Tidak diragukan lagi, tidak mungkin bagi kita untuk menghitung banyaknya berkah dan kebaikan Salafus Sholeh bagi kita.
Dari masa Rasulullah SAW. dan Shahabat-shahabatnya hingga hari ini, kita mendapatkan manfaat dari ilmu yang mereka tinggalkan, dari Aqidah Tauhid, pemurniaan Aqidah dari Syirik, menerapkan Sunnah, menolak bid’ah dan hawaa, patriotisme, nasionalisme.
Allah SWT. berfirman:
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS Az Zumar, 39: 9)
Allah SWT menginformasikan kepada kita dalam Al Qur’an bahwa orang-orang yang takut kepadaNya adalah mereka yang mempunyai ilmu (yaitu Ulama) – bukan orang-orang yang berilmu tetapi bekerja dengan Thaghut, atau orang-orang yang berilmu tetapi diam terhadap Thaghut, atau mereka yang menukar haq dengan batil.
Allah SWT. berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS Faathir, 35: 28)
Sayangnya, banyak orang pada hari ini meninggalkan ajaran Salafus Sholeh dan malah mengikuti Khalaf, khususnya kelompok Habashi, Tahriiris, dan bahkan mereka yang disebut “Salafi” – yang mencintai Ratu dan bekerja dengan M15 – mengklaimnya akan menjadi dekat dengan Allah SWT. Dan ada banyak Ulama Al Sa’uud (pemerintahan Saudi) yang, ketika mereka mendapatkan ilmu, malah merusaknya dan menggunakannya untuk melayani pemerintahan (thaghut).
Allah SWT. berfirman:
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al A’raaf, 7: 175)
Ibnu Baa’uraa’ disukai oleh Allah dan telah diberikan ilmu, namun disamping ini dia mati dalam keadaan Musyrik. Allah SWT berfirman:
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS Al A’raaf, 7 :176)
Setelah Salafus Sholeh berlalu, orang-orang yang menerima warisan ilmu mulai mencari kesempatan untuk menyelisih dan hanya memilih yang baik bagi mereka dalam kehidupan ini, dan mereka mengklaim Allah akan mengampuni mereka di hari Akhir. Allah SWT. berfirman:
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan diberi ampun.” Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?” (QS Al A’raaf, 7: 169)
Umumnya, ada banyak Ulama saat ini yang menjadi anggota “komite tertinggi” yang mempelajari Dien tetapi menyembunyikan ilmu dan mengisukan fatwa dengan tujuan untuk menyenangkan tuan mereka. Walaupun mereka menggunakan Sunnah, mereka mempunyai hati orang-orang Munafik.
Maka ada banyak kesempatan ketika Allah SWT. memuji ilmu dan kadang Dia SWT. mencelanya – ketika itu tidak bermafaat bagi seseorang. Ilmu mereka yang ditetapkan untuk menjual mereka dan mendukung thaghut akan merugikan bagi mereka di hari Pengadilan.
Dan ada lagi orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak mempunyai kaitan dan manfaat di akhirat. Banyak orang hari ini begitu bangga mempelajari matematika, ilmu pengetahuan, psikologi, pengobatan, dan sebagian menyukai untuk memamerkan keahlian mereka. Namun, ilmu yang mereka punya hanya bermanfaat untuk urusan dunia saja, yang tidak akan memberikan manfaat bagi mereka sama sekali di hari kemudian. Allah SWT. berfirman:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar Rum, 30:7)
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (QS Ghafir, 40: 83)
Orang-orang pada hari ini mempelajari satu atau dua kata dari Kuffar, dan dengan itu mereka menjadi begitu bangga dan bahkan mereka merasa tidak penting untuk mempelajari Syari’ah.
Ada dua jenis ilmu dalam Islam
-
Ilm naafi’ (ilmu yang bermanfaat)
-
Ilm ghairu naafi’ (ilmu yang tidak bermanfaat)
Kita telah belajar dalam Islam untuk berdo’a dilindungi dari ilmu yang tidak bermanfaat. Rasulullah SAW. dahulu berdo’a kepada Allah:
اللّهُمّ إنّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَدَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Yaa Allah, aku berlindung kepada Mu dari jiwa yang tidak tercukupi, dan dari hati yang tidak bertaqwa, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari da’wah (do’a) yang tidak dijawab.” (Shahih Muslim)
Ada beberapa jenis ilmu atau pengetahuan yang lebih baik tidak tahu tentangnya, seperti sihir. Tidak tahu tentang ilmu seperti itu faktanya lebih baik dari mengetahuinya.
Sayangnya, saat ini orang-orang mulai mengangkat pengetahuan baru yang mereka anggap sebagai ilmu, dan mereka bahkan memandang rendah kepada mereka yang tidak mempunyai bidang ilmu tertentu.
Sebagai contoh, Mu’tazilah melakukan bid’ah dengan masalah seperti ‘Ilmu kalaam, dan mereka menimbulkan banyak pertanyaan tentang Qadha dan Qadar. Mereka bahkan merasio nama-nama dan sifat Allah, dan ini adalah salah satu alasan mengapa Salafus Sholeh menyebut mereka Ahlud Dalaalati Wal Bida’.
Maka, hanya ilmu yang benar-benar bermanfaat dari ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berdasarkan pemahaman Salafus Sholeh.
Para Imaam dari kalangan Salafus Sholeh tidak menyukai perdebatan berkaitan dengan apa yang haram dan halal. Sebaliknya, banyak individu hari ini berdebat dan masuk ke dalam perselisihan berkaitan dengan apa yang Allah telah tegaskan dilarang – seperti riba’, daging babi, alkohol dan sebagainya- dan mereka menjadi asyik dalam masalah ini. Ini benar-benar berlawanan dengan metodelogi Salafus Sholeh, dan bahkan dicela.
Rasulullah SAW. bersabda:
ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتوا الجدل
“Tidak ada orang yang menjadi sesat, setelah mendapatkan petunjuk, sampai mereka beristirahat untuk berdebat.” (Sunan At Tirmidzi)
Rasulullah SAW. kemudian membacakan ayat:
“…Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS Az Zukrf, 43: 58)
Ulamaa’ Salafus Sholeh dulu percaya jika Allah menginginkan bagi hambaNya Dia akan mendekati pintu kebaikan dan melakukan dan membuka pintu pertengkaran dan berdebat (yaitu mengarahkannya dari perbuatan yang akan bermanfat baginya di hari Akhir), dan itulah mengapa Ulama tidak berdebat tentang topik tertentu yang telah diketahui dalam Dien. Seseorang seharusnya mengikuti apa yang halal dan menolak yang haram dan bertanya kepada Ulama tentang hukum dan menerima, menyediakan Ulama yang terpercaya dan mengikuti Nahjus Salaf (manhaj Salafus Sholeh).
Ada banyak individu dan Ulama hari ini yang bagitu asyik dengan isu-isu tentang apakah berhukum atau tidak berhukum dengan selain yang Allah telah turunkan sampai Kufur Akbar atau tidak, dan mereka terus berdebat tantang Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah (5:44) dan tidak pernah berhenti pada perdebatan ini.
Semua ilmu yang kita pelajari seharusnya dicapai dengan tujuan dilaksanakan atau disampaikan. ‘Abdullah Ibnu Mas’ud berkata:
“Takut kepada Allah adalah ilmu yang cukup, dan arogan kepada Allah adalah kebodohan yang cukup.” (At Tabarani)
Selanjutnya, ilmu pengetahuan bukanlah berapa banyak yang kita pelajari atau ketahui, tetapi ilmu adalah takut kepada Allah. Ada juga perkataan yang lain:
“Siapa saja yang takut kepada Allah, dia adalah seorang ‘Alim. Dan siapa saja yang tidak taat kepadaNya, maka dia Jahil.”
Ilmu yang bermanfaat akan menjadikan seseorang memahami Allah, nama-nama dan sifatNya. Ini akan membimbingnya untuk takut kepada Tuhannya dan menjauhi apa yang dimurkaiNya. Ilmu yang baik akan menjadikan seseorang mencintai Allah dan semua yang Dia cintai, juga seorang hamba akibatnya akan bersandar kepadaNya, mempunyai kesabaran dalam masa fitnah dan hanya mencari pertolongan kepadaNya SWT. semata.
Seorang hamba akan menjadi senang melakukan apa yang Tuhannya minta kepadanya sampai dia mencintai dan membenci karena Allah dan mencari cara untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan melakukan Sunnah dan amalan Naafilah. Allah SWT. berfirman:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَه
“….dan hal yang paling dicintai oleh hambaKu adalah mendekatkan diri kepadaKu adalah (baginya melakukan) apa yang aku perintahkan kepadanya untuk dilakukan. Dan hambaKu akan menjaga kedekatannya kepadaKu dengan melaksanakan nawaafil –sampai aku mencintainya. Dan ketika aku mencintainya Aku mendengarkan atas apa yang didengar, melihatnya atas apa yang dia lihat, tanganya dengan apa yang dia perangi, dan kakinya dengan apa yang dia jalankan. Dan jika dia meminta sesuatu dariku, Aku akan menjawabnya. Dan Jika dia mencari perlindunganKu, Aku akan melindunginya. Dan Aku tidak Akan meragukan untuk melakukan apapun yang Aku ingin lakukan… Mu’min membenci kematian, dan Aku membencinya untuk melakukan dosa.” (Shahih Bukhari)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ibnu Abbas:
“Jagalah Dien Allah, Allah akan menjagamu. Lindungilah Dien Allah, Dia akan berada di depanMu, kenali (atau ingatlah) Allah di waktu senang, Dia akan mengingatmu di waktu sukar.” (Musnad Imam Ahmad, dan Sunan At Tirmidzi)
Tambahan lain dari ilmu yang orang-orang lebih-lebihkan dan asyik dengan bertanya kepada Ulama atau pelajar ilmu dari Syeikhnya, dimana mereka belajar dan untuk berapa lama dan sebagainya. Seperti orang-orang yang secepatnya kehilangan perhatian dan minat pada apa yang Allah dan RasulNya telah katakan, karena mereka lebih memperhatikan tentang mengetahui seseorang yang berlawanan dengan haq. Mereka seharusnya mendengarkan dahulu dan membandingkan dengan apa yang dikatakan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Seseorang yang mencari ilmu dengan tujuan untuk mempertahankan penguasa yang rusak atau berdebat dengan Ulama akan berada di neraka, sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:
“Siapa saja yang mencari ilmu dengan tujuan untuk menyenangkan orang-orang yang rusak, atau menantang Ulama’, atau untuk memamerkan kepada orang-orang, dia berada di neraka.” (Sunan At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Selanjutnya, selalu mencari Ilmu dan tidak mengatakan ‘Aku berilmu’. Tetapi berkata ‘saya adalah orang yang sedang belajar, dan selalu belajar.’ Dan bersabar.
Rasulullah SAW. dahulu berdo’a kepada Allah SWT:
“Yaa Allah, aku memintamu ilmu yang bermanfaat, dan aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (At Tabarani)
Wallahu’alam bis Showab!
Sumber: Almuhajirun