KAIRO (Arrahmah.com) – Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah sedikitpun mengakui negara Israel dan akan menjadikan Perjanjian Kairo-Tel Aviv sebagai salah satu topik uji coba opini publik saat pemerintahan baru mulai menjalankan tugasnya di negara Afrika Utara tersebut.
Pemimpin tertinggi kedua dalam kelompok ini, Rashad Al Bayoumi, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan harian Arab yang berbasis di London, Al-Hayat, bahwa tidak ada satupun anggota dari Ikhwanul Muslimin yang mau untuk melakukan negosiasi dengan seorang Israel.
“Sangat tidak mungkin hal ini dilakukan, dalam kondisi apapun itu. Kami sama sekali tidak mengakui Israel. Mereka adalah penjajah yang jahat. Saya tidak akan pernah membiarkan diri saya sendiri duduk bersama dengan penjahat,” kata Al Bayoumi sembari menegaskan bahwa Israel sedang melakukan pendudukan ilegal di tanah Palestina.
Ia mengatakan bahwa pada dasarnya IM menghormati seluruh kesepakatan internasional yang ditandatangani oleh Mesir dalam periode pemerintahan interim, namun pihaknya menyatakan tidak memiliki hak untuk mengakui perjanjian yang ditandatangani tanpa pengetahuan rakyat Mesir.
Bayoumi kemudian menyatakan bahwa ketika pemerintahan baru menempati kantornya, maka Perjanjian Mesir-Israel 1979 akan dievaluasi kembali dalam referendum nasional.
“Kami akan mengambil prosedur yang sah terkait dengan perjanjian ini. Rakyat inginkan aspirasi mereka terwujud,” ia menambahkan. “Kami memiliki hak untuk mengemukakannya kepada rakyat dan parlemen yang terpilih sehingga mereka bisa mengambil keputusan mengenai hal itu.”
Sejak mantan penguasa diktator Mesir, Hosni Mubarak, ditumbangkan oleh aksi pemberontakan pada awal 2011 lalu, sentimen anti-Israel terus meningkat, dimana rakyat meminta agar perjanjian tersebut segera dibatalkan. Kekuasaan kemudian diambil oleh Dewan Tinggi Militer (SCAF).
Sayap politik IM, Partai Kebebasan dan Keadilan, memenangkan 50 persen kursi dalam dua dari tiga fase pemilihan Mesir. (althaf/arrahmah.com)