KAIRO (Arrahmah.id) – Ikhwanul Muslimin di Mesir akan menahan diri dari meluncurkan perjuangan baru untuk mengambil alih kekuasaan, meskipun pergerakan itu masih mendapat dukungan luas, ujar penjabat pemimpinnya pada Jumat (29/7/2022).
Ikhwanul Muslimin merupakan pergerakan yang pernah memenangkan pemilihan presiden pertama Mesir secara demokratis pada 2012, tetapi digulingkan dalam kudeta militer setahun kemudian setelah protes massal terhadap pemerintahannya dan telah mengalami tindakan keras oleh pihak berwenang sejak saat itu.
Banyak pemimpinnya dan ribuan pendukungnya berada di penjara atau telah melarikan diri dari Mesir, dan kelompok tersebut telah dikeluarkan dari dialog politik yang akan segera diluncurkan oleh Presiden Abdel Fattah El-Sissi, yang merupakan panglima militer yang menggulingkan Ikhwanul Muslimin pada tahun 2013 .
Kairo telah menetapkan Ikhwanul sebagai organisasi teroris, tetapi penjabat pemimpin Ibrahim Munir menegaskan kembali penolakan lama kelompok itu terhadap kekerasan.
Dia juga tampaknya mengesampingkan tantangan untuk mendapatkan kekuasaan melalui kotak suara – sesuatu yang tidak dapat dilakukan kelompok tersebut secara langsung saat masih dilarang di Mesir, meskipun kelompok itu mengajukan kandidat independen dalam pemilihan parlemen di masa lalu.
“Kami sepenuhnya menolak (kekerasan) dan kami menganggapnya di luar ideologi Ikhwanul Muslimin, tidak hanya penggunaan kekerasan dan senjata, tetapi untuk memperjuangkan kekuasaan di Mesir dalam bentuk apa pun,” kata Munir kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
“Kami menolak perebutan kekuasaan meski antar partai politik melalui pemilu yang diselenggarakan oleh negara. Ini kami tolak sama sekali,” lanjutnya.
Munir (85), yang dua kali dipenjara di Mesir pada 1950-an dan 1960-an dan telah tinggal di pengasingan selama hampir 40 tahun terakhir, mengatakan Ikhwanul Muslimin telah selamat dari masa-masa sulit sebelumnya tetapi sekarang mengalami periode terberat sejak didirikan lebih dari 90 tahun yang lalu.
Dia mengatakan tidak jelas berapa banyak pendukung Ikhwanul Muslimin yang dipenjara di Mesir, meskipun dia mengutip beberapa perkiraan yang menyebutkan jumlahnya sekitar 5.000 hingga 6.000 orang. Seorang pejabat Ikhwanul Muslimin kemudian mengatakan Munir bermaksud mengatakan 50.000 atau 60.000 orang. Banyak napi, tambah Munir, juga sudah disita asetnya.
Pusat pers negara Mesir tidak menanggapi saat dimintai komentarnya. Para pejabat menyangkal menahan tahanan politik dan mengatakan bahwa langkah-langkah keamanan yang diambil terhadap Ikhwanul Muslimin diperlukan untuk menstabilkan negara.
“Pastinya kali ini lebih berat dari masa-masa sebelumnya dan cobaan-cobaan sebelumnya,” kata Munir.
Munir sendiri mengambil alih jabatan sebagai penjabat pemimpin dua tahun lalu karena pimpinan umum Ikhwanul Muslimin telah mendekam di penjara sejak kelompok itu kehilangan kekuasaan pada 2013 dan pengganti awalnya kemudian ditahan pada 2020.
Munir mengakui bahwa Ikhwanul Muslimin pernah mengalami perpecahan internal tentang bagaimana menanggapi krisis dan bahwa pemimpin baru akan dipilih “ketika situasi stabil.” (rafa/arrahmah.id)