BAMIAN (Arrahmah.id) — Tiga tentara Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) menatap ke bawah ke lubang menganga di tebing setinggi 125 kaki di mana salah satu dari dua sosok Buddha besar Afghanistan pernah berdiri sebelum dihancurkan 22 tahun yang lalu.
Mereka adalah para prajurit yang mengambil hari libur dari pelatihan militer untuk mengunjungi situs tersebut.
Dilansir Washington Post (15/6/2023), mereka setuju bahwa orang-orang yang telah menghancurkan pekerjaan itu “ceroboh”, dan patung Budha itu seharusnya dibangun kembali.
“Inilah identitas negara kami,” kata Kheyal Mohammad (44), mengenakan topi kamuflase sambil membungkuk di pagar di bagian atas rongga raksasa. “Seharusnya tidak dibom.”
Sejalan dengan keinginan para prajurit, sejumlah pejabat IIA melihat sisa-sisa Buddha dapat dijadikan sumber pendapatan yang berpotensi menguntungkan dan menarik pariwisata di sekitar lokasi.
“Bamian dan para Buddha khususnya sangat penting bagi pemerintah kita, sama seperti mereka bagi dunia,” Atiqullah Azizi, wakil menteri kebudayaan IIA, mengatakan dalam sebuah wawancara, seperti dikutip Washington Post.
Dia mengatakan lebih dari 1.000 penjaga telah ditugaskan untuk melindungi warisan budaya di seluruh Afghanistan, membatasi akses dan mengawasi penjualan tiket.
Staf di museum nasional Kabul bulan lalu terkejut melihat pejabat senior IIA pada peresmian bagian museum terkemuka yang didedikasikan untuk artefak Buddha.
Tetapi pejabat IIA justru malah kurang sepakat.Gubernur Provinsi Bamian Abdullah Sarhadi mengatakan dia berkomitmen untuk melestarikan warisan budaya Afghanistan. Namun dia mengatakan wisatawan harus diarahkan ke situs lain.
“Kami adalah Muslim,” kata Sarhadi, yang mengaku ditahan oleh Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, dalam sebuah wawancara.
“Kita harus mengikuti perintah Allah.”
Menurutnya, penghancuran para Buddha sebagai keputusan yang baik.
Pengunjung reruntuhan patung Budha Bamin kini dapat memasuki lokasi itu setelah melewati kantor tiket yang didirikan pemerintah setempat dan dijaga aparat bersenjata. Pengunjung dikenakan biaya 58 sen apabila warga Afghanistan, sedangkan untuk orang asing dikenakan tarif $3,45 untuk berkunjung.
Menurut Saifurrahman Mohammadi, direktur informasi dan budaya untuk pemerintah daerah IIA, tahun lalu sekitar 200.000 turis terdaftar masuk ke lokasi itu, sebagian besar warga Afghanistan.
Menurutnya, lokasi reruntuhan ini harus dipromosikan dan direvitalisasi untuk menjadi tempat pariwisata karena dapat menjadikan sumber pendapatan yang signifikan.
“Situs arkeologi ini secara besar-besaran dapat meningkatkan kehidupan masyarakat di sini,” kata Mohammadi.
Mohammadi mengatakan pemerintah telah menambahkan penjaga dan gerbang untuk melindungi situs tersebut tetapi tidak dapat membiayai pekerjaan yang lebih luas. Kelompok pendonor yang pergi, katanya, dipersilakan untuk kembali dan melanjutkan proyek mereka.
“Kami mendesak mereka untuk datang kembali karena ini adalah warisan seluruh dunia,” ujarnya.
Tetapi banyak organisasi nirlaba dan donor masih enggan untuk balik kembali ke Afghanistan. (hanoum/arrahmah.id)