KABUL (Arrahmah.id) — Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) menggelar pertemuan internasional pertamanya di Kabul hari Senin (29/1/2024) sejak merebut kembali kekuasaan Afghanistan. IIA mengatakan, pertemuan itu bertujuan untuk mempromosikan keterhubungan dan kerja sama ekonomi dengan negara-negara di kawasan untuk mengatasi “tantangan bersama.”
Perwakilan khusus dan duta besar negara-negara tetangga dan kawasan, termasuk Cina, Rusia dan Iran, menghadiri pertemuan di ibu kota Afghanistan yang bertajuk Inisiatif Kerja Sama Regional Afghanistan itu.
Dilansir VOA (30/1), pada sesi perdana, Menteri Luar Negeri IIA Amir Khan Muttaqi mengatakan bahwa “keamanan regional tetap menjadi isu yang sangat penting” bagi pemerintahannya. Kantor kementerian luar negeri IIA merilis terjemahan bahasa Inggris dari pidato yang disampaikannya dalam bahasa setempat.
Muttaqi menjelaskan bahwa pertemuan itu digelar untuk mengembangkan “narasi yang berpusat pada kawasan” untuk meningkatkan kerja sama “demi keterlibatan yang positif dan konstruktif antara IIA dan negara-negara di kawasan untuk mengatasi ancaman yang ada maupun potensi ancaman.”
IIA merebut kekuasaan Afghanistan pada Agustus 2021, ketika pasukan Barat pimpinan AS mundur dari negara itu setelah terlibat dalam perang Afghanistan selama hampir 20 tahun.
Meski demikian, hingga kini komunitas internasional belum mengakui pemerintahan Afghanistan secara de facto, terutama karena pembatasan terhadap akses perempuan pada pendidikan dan pekerjaan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menolak memberikan kursi di lembaga dunia itu kepada IIA, hingga mereka melonggarkan pembatasan terhadap hak perempuan Afghanistan untuk bergerak dan bekerja, serta memerintah negara itu dengan sistem politik yang inklusif yang mewakili semua etnis di Afghanistan.
IIA membela diri dengan mengatakan bahwa pemerintahan dan kebijakan mereka sejalan dengan budaya Afghanistan dan hukum syariah. Mereka menolak seruan reformasi dan menyebutnya sebagai bentuk intervensi urusan dalam negerinya.
“Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan pesan yang jelas kepada Anda: IIA menghormati kepentingan, pilihan, struktur pemerintahan dan model pembangunan pihak lain, dan sebagai imbalannya, juga mengharapkan pihak lain menghormati kepentingan, pemerintahan, pilihan serta model pembangunan Afghanistan,” ungkap Muttaqi, hari Senin.
“Maka dari itu, pilihan kami harus dihormati. Daripada mengusulkan model pemerintahan dan menyalahkan sistem (pemerintahan Afghanistan saat ini), lebih baik (kita) terlibat demi kepentingan bersama,” lanjut Menlu IIA itu.
Ia kemudian mendesak para delegasi untuk menyampaikan “kenyataan Afghanistan di lapangan saat ini” dalam pertemuan PBB bulan depan di Qatar, dengan harapan dapat menjalin “keterlibatan yang konstruktif” dan “pendekatan yang dapat diterima” untuk negaranya.
Konferensi selama dua hari di ibu kota Qatar, Doha, itu akan dimulai pada 18 Februari mendatang. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres akan menyelenggarakan pertemuan dengan negara-negara anggota, berbagai organisasi di kawasan, serta para perwakilan khusus IIA.
“Tujuan pertemuan itu adalah untuk membahas bagaimana melakukan pendekatan terhadap peningkatan keterlibatan internasional secara koheren, terkoordinasi dan terstruktur, termasuk melalui pertimbangan rekomendasi penilaian independen terhadap Afghanistan,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, kepada wartawan di New York pekan lalu.
Penilaian yang diamanatkan oleh PBB itu menetapkan bahwa “keterlibatan internasional tidak berhasil,” dan tidak “memenuhi kebutuhan kemanusiaan, ekonomi, politik atau sosial rakyat Afghanistan.”
Pertemuan di Doha juga diperkirakan akan membahas penunjukan utusan khusus PBB untuk Afghanistan sesuai rekomendasi penilaian yang dilakukan.
Pada Senin, Muttaqi menegaskan kembali penolakan Kabul terhadap penunjukan utusan khusus PBB, karena lembaga tersebut sudah memiliki perwakilan di Afghanistan dan IIA siap terlibat dengan para pemangku kepentingan internasional untuk membahas segala isu. Ia memperingatkan bahwa solusi dan intervensi “yang dipaksakan pihak luar” sebelumnya mengakibatkan ketidakstabilan di negara Asia selatan yang didera konflik itu.
Penilaian yang diamanatkan PBB menyatakan bahwa pengakuan terhadap pemerintahan IIA dapat diberikan selama kelompok itu mematuhi kewajiban dan komitmen perjanjian internasional Afghanistan, serta segera menghapus pembatasan hak-hak perempuan atas pendidikan dan kesempatan kerja. (hanoum/arrahmah.id)