KABUL (Arrahmah.id) — Seruan yang dilontarkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) agar pembatasan dan larangan untuk kaum wanita di Afghanistan dicabut, disambut dingin oleh Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA). IIA justru menyebut larangan semacam itu sebagai ‘masalah sosial internal’.
Seperti dilansir AFP (29/4/2023), seruan itu termuat dalam resolusi Dewan Keamanan PBB yang disetujui secara bulat oleh 15 negara anggotanya pada Kamis (27/4) waktu setempat.
Resolusi itu menyebut larangan bagi wanita Afghanistan untuk bekerja bagi badan-badan PBB dan organisasi non-pemerintah (NGO) lainnya telah ‘merusak prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kemanusiaan’.
Dalam resolusi itu, Dewan Keamanan PBB menyerukan ‘semua negara dan organisasi untuk menggunakan pengaruh mereka’ dalam ‘mempromosikan pencabutan kebijakan dan praktik ini’.
Kementerian Luar Negeri IIA, dalam tanggapannya menyebut resolusi Dewan Keamanan PBB itu gagal dalam menghormati ‘pilihan berdaulat’ yang diambil negara tersebut.
“Kami tetap berkomitmen untuk memastikan semua hak perempuan Afghanistan, sembari menekankan bahwa keragaman harus dihormati dan tidak dipolitisasi,” sebut Kementerian Luar Negeri IIA dalam pernyataannya.
“Ini merupakan masalah sosial internal Afghanistan yang tidak berdampak pada negara luar,” tegas pernyataan itu.
Lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri IIA menyambut baik sebagian isi resolusi Dewan Keamanan PBB itu, terutama yang membahas soal ‘prinsip hak penentuan diri sendiri yang dipimpin oleh IIA dan dimiliki oleh IIA’.
Namun Kementerian Luar Negeri IIA juga bersikeras menyatakan bahwa krisis kemanusiaan yang kini menyelimuti negara itu merupakan buatan manusia dan didorong oleh pembatasan ekonomi yang ada.
“Kenyataannya adalah krisis yang sedang berlangsung ini hanya bisa diselesaikan dengan pencabutan pembatasan di negara ini,” cetus Kementerian Luar Negeri IIA dalam pernyataannya.
Secara terpisah, salah satu pemimpin senior IIA, Anas Haqqani, memperingatkan Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan ‘kebijakan tekanan yang gagal’.
“Posisi apapun yang diadopsi, yang tidak didasarkan pada pemahaman mendalam, tidak akan memberikan hasil yang diinginkan dan akan selalu tidak efektif,” sebut Haqqani dalam pernyataan via Twitter.
Dia justru mencetuskan agar Dewan Keamanan PBB menghapus sanksi-sanksi diplomatik dan finansial yang dijeratkan terhadap banyak pejabat yang ‘sama saja dengan hukuman kolektif terhadap warga Afghanistan’.
Sejak menggulingkan pemerintah yang didukung asing dan kembali berkuasa pada Agustus 2021, Taliban memberlakukan syariat Islam yang diberi label oleh PBB sebagai ‘apartheid berbasis jenis kelamin’.
Kaum wanita di IIA ditunda mengakses sebagian besar pendidikan menengah dan perguruan tinggi, juga dicegah untuk bekerja di kebanyakan jabatan pemerintahan serta NGO dan diblokir dari ruang publik, seperti pusat kebugaran dan taman setempat. (hanoum/arrahmah.id)