JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengatakan lemahnya pengawasan Kementerian Kesehatan terhadap praktik kedokteran menjadi penyebab utama maraknya peristiwa kekerasan seksual di fasilitas layanan kesehatan.
Menurut dia kurangnya sumber daya manusia di lingkungan Kemenkes menjadi faktor utama lemahnya pengawasan tersebut.
“Dinas Kesehatan SDM-nya terbatas. Belum lagi mereka harus mengurus program penyakit demam berdarah, puskesmas, dan lain-lain,” kata Slamet saat dihubungi Tempo pada Sabtu (19/4/2025).
Slamet menjelaskan sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, seluruh fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap dokter diambil alih oleh Kemenkes.
Sehingga, IDI tidak lagi berwenang mengawasi praktik kedokteran dan menindak dokter-dokter yang melanggar kode etik.
Dulunya, kata Slamet, sebagai organisasi yang menaungi profesi dokter di Indonesia, IDI memiliki fungsi pengawasan terhadap praktik kedokteran. Fungsi tersebut bahkan mencakup audit medis atau proses evaluasi pelayanan medis yang diberikan pada pasien.
Selain itu, lanjut dia, IDI juga berwenang mengeluarkan rekomendasi diterbitkannya Surat Izin Praktik (SIP).
Untuk mendapatkan rekomendasi itu, para dokter yang ingin berpraktik harus melalui serangkaian tes, seperti tes etika kedokteran, tes kesehatan, dan lain sebagainya.
“Itu saja dulu masih ada penyelewengan perbuatan asusila, apalagi sekarang sudah tidak ada,” kata dia.
Oleh karena itu, dia menyebut sebagai pemegang wewenang pengawasan pada layanan kesehatan, Kemenkes harus bertanggungjawab atas insiden kekerasan seksual yang dilakukan oknum dokter di berbagai daerah.
“Karena semua fungsi pengawasan diambil alih kewenangannya oleh Kemenkes, jadi Kemenkes harus bertanggungjawab,” ucap Slamet.
Sebelumnya, polisi menetapkan dokter Priguna Anugerah Pratama, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Padjajaran (PPDS Unpad), menjadi tersangka atas kasus pemerkosaan yang dia lakukan pada keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Usai ramainya kasus tersebut, bermunculan laporan lain terkait dugaan pelanggaran oleh dokter di tempat lain.
Pekan lalu, muncul laporan dugaan kekerasan seksual dilakukan seorang dokter spesialis kandungan terhadap pasiennya di Garut, Jawa Barat.
Setelah itu, muncul lagi kasus seorang dokter peserta PPDS di Universitas Indonesia, merekam seorang mahasiswa yang sedang mandi.
Seperti efek domino, laporan kekerasan seksual yang dilakukan dokter kembali muncul dari wilayah lain yakni Kota Malang, Jawa Timur. Dokter berinisial AYP dilaporkan ke Polresta Malang karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap pasiennya.
(ameera/arrahmah.id)