JAKARTA (Arrahmah.id) – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan empat organisasi lainnya bersikukuh meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. IDI dkk meyakini UU tersebut melanggar syarat formil.
Hal itu disampaikan dalam sidang Pendahuluan II di MK. IDI dkk memberikan kuasa hukum kepada Muhammad Joni.
Selain IDI, ikut menggugat yaitu Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Kelima penggugat bernaung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Organisasi Profesi Kesehatan.
Joni mengatakan perbaikan pada uraian dalam alasan mengenai cacat formil karena tidak melibatkan DPD. Kemudian, mendefinisikan kembali makna otonomi daerah dan pendidikan, serta penjelasan tentang pentingnya meaningfull participation dalam pembuatan norma undang-undang.
“Sehingga para pemohon telah menyempurnakan petitum, yakni permohonan pengujian formil UU Kesehatan dalam tenggang waktu yang sah sesuai ketentuan yang berlaku, UU Kesehatan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang sesuai UUD 1945, dan UU Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Joni sebagaimana tertuang dalam risalah sidang MK, Jumat (27/10/2023), lansir Detik.com.
Muhammad Joni dalam sidang menyampaikan IDI dkk merupakan tenaga medis yang terdampak langsung dan memiliki kepentingan atas prosedur formil pembentukan UU Kesehatan.
Sebab, katanya, norma baru berisi muatan yang dihapus, diubah, dan diganti norma baru termasuk mengenai organisasi profesi, konsil, kolegium, yang merupakan norma kelembagaan dan sekaligus pasal-pasal ‘jantung’ yang tidak memastikan adanya wadah tunggal organisasi profesi kedokteran dan kesehatan.
Dia juga menyebut ada norma mengenai kelembagaan konsil, kolegium, dan majelis kehormatan disiplin yang diubah dan diganti tanpa prosedur formil yang memenuhi prinsip keterlibatan dan partisipasi bermakna (meaningfull participation).
“Terlebih lagi, adanya Bab XIX Ketentuan Peralihan, Pasal 451 yang menjadi norma hukum menghapuskan seluruh entitas kolegium yang merupakan organ ‘jantung’ organisasi profesi (bukan organ pemerintah dan bukan ‘milik pemerintah). Namun dengan sewenang-wenang dan melanggar hak konstitusional kemerdekaan berhimpun segera akan menghapus seluruh entitas hukum kolegium dengan cara membuat norma Pasal 451 UU Kesehatan,” terang Joni.
Pasal 451 UU Kesehatan itu berbunyi:
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Kolegium yang dibentuk oleh setiap organisasi profesi tetap diakui sampai dengan ditetapkannya Kolegium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini.
(ameera/arrahmah.id)