JAKARTA (Arrahmah.id) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi para pelaku koruptor yang lebih memilih menjalani pidana kurungan tambahan daripada membayar uang pengganti. Fenomena ini terjadi lantaran pidana tambahan lebih mudah dilakukan para koruptor.
“Saya menduga pilihan itu banyak diambil karena lebih mudah untuk menjalani pidana tambahan dibanding membayar uang pengganti karena lamanya hanya maksimal satu tahun kurungan,” kata Aktivis ICW, Lalola Ester, Ahad (6/3/2022), lansir VIVA.
Lalola menambahkan, sebetulnya perampasan aset hasil korupsi tidak bisa serta merta dilakukan. Dia menjelaskan, dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penegak hukum harus membuktikan kekayaan yang dimiliki terpidana korupsi memang berasal dari tindak pidana yang didakwakan atau terbukti di persidangan.
Kendati begitu, lanjutnya, UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) membuka peluang untuk merampas aset yang diduga hasil korupsi walaupun tidak harus berasal dari kejahatan yang terbukti di persidangan. Hal itu dapat dilakukan selama terdakwa pelaku korupsi tidak dapat membuktikan harta yang mereka miliki diperoleh secara sah.
Selain itu, Lalola juga menyoroti belum adanya jaminan perampasan aset yang menjamin para koruptor untuk membayar uang pengganti. Hal itu diiringi oleh minimnya upaya aparat penegak hukum untuk memanfaatkan UU TPPU sebagai upaya untuk merampas aset para narapidana kasus korupsi.
“Minimnya intensi penegak hukum memanfaatkan rezim perampasan aset tindak pidana yg sudah ada saat ini yaitu UU TPPU,” ungkapnya.
Diketahui, terbaru yakni kasus Angelina Patricia Pinkan Sondakh alias Anggie yang tidak membayar lunas kewajiban membayar uang pengganti.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), Anggie dijatuhi pidana berupa membayar uang pengganti atas kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet sebesar Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika Serikat. Namun Angie hanya membayar Rp8.815.972.722.
“Sisa Rp 4.538.027.278 subsider 4 Bulan 5 hari,” kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti kepada awak media, Kamis (3/3/2022).
Rika menjelaskan, Angie yang menjalani cuti menjelang bebas (CMB) ini sejatinya keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pondok Bambu, Jakarta Timur pada 29 Oktober 2021. Namun lantaran tak membayar lunas kewajiban uang pengganti, maka Angie harus menjalani pidana tambahan selama 4 bulan 5 hari.
“Karena yang bersangkutan tidak membayar lunas sisa uang pengganti sebesar Rp4.538.027.278 subsider 4 bulan 5 hari penjara, maka tanggal menjalani CMB Angelina Sondakh menjadi 3 Maret 2022,” kata Rika.
Rika menambahkan, selama menjalani pidana Angie menerima remisi dari Kemenkumham selama 3 bulan. Remisi diberikan kepada Angie berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor W.10-2598.PK.01.01.02 Tahun 2015 Tanggal 14 Agustus 2015 tentang Pemberian Remisi Dasawarsa Tahun 2015.
“Remisi dasawarsa diberikan kepada seluruh narapidana,” terang Rika.
(ameera/arrahmah.id)