JAKARTA (Arrahmah.com) – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan bahwa mereka menentang pemblokiran 19 situs, karena dianggap sewenang-wenang dan tanpa proses hukum yang adil serta tanpa perintah pengadilan. Demikian dilaporkan MetroTV News, Selasa (31/4/2015).
Menurut ICJR, jika pemerintah memandang para pengelola situs tersebut terlibat dalam tindak pidana terorisme, pemerintah harus membawa para pengelolanya ke muka hukum. Pemerintah dapat meminta pemblokiran sementara sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
ICJR mengatakan, pemblokiran situs internet tanpa pengaturan yang jelas dan transparan akan membawa konsekuensi yang besar terhadap kemungkinan kesalahan melakukan pemblokiran. Selain itu, mereka juga mengingatkan bahwa Peraturan Menteri Kominfo No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PERMEN 19/2014) sedang diuji di Mahkamah Agung.
Atas dasar itulah, ICJR menghimbau Kemenkominfo tidak menggunakan peraturan atau dasar hukum yang sedang diuji di Mahkamah Agung sebagai dasar untuk melakukan pemblokiran terhadap situs internet.
Pada Senin (30/3/) lalu, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika menambahkan 19 situs yang dinilai radikal. Pemblokiran 19 situs tersebut dalam rangka menindaklanjuti permintaan penutupan situs dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Nomor: 149/K.BNPT/3/2015 tentang situs/website radikal.
Pemblokiran tersebut pun mendapatkan berbagai reaksi negatif dari para netizen dan sempat menjadi trending topic di Twitter. ICJR menyerukan agar para korban pemilik situs yang situsnya diblokir pemerintah untuk mengajukan gugatan perdata terhadap Menkominfo atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum. (adibahasan/arrahmah.com)