JAKARTA (Arrahmah.com) – Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Musthofa B. Nahrawardaya membantah pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman yang mengatakan video kekerasan yang diduga dilakukan oknum Densus 88 dan Brimob merupakan gabungan video tahun 2007 dan 2012.
Menurutnya, bisa saja Polri membantah. Namun yang perlu diingat, video yang menyebar di masyarakat yang kini dibantah Polri itu hanya satu kasus cuplikan video yang beredar di masyarakat. Sebab, Muhammadiyah dan Majelis Ulama (MUI) masih memiliki 5 video lain yang belum dibuka.
“Biar saja, MUI dan Muhammadiyah masih punya 5 video lain yang bisa dibuka sewaktu-waktu, yang jika dibuka masyarakat bisa terkaget-kaget, ” ujarnya hari Kamis (7/3/2013) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Jakarta seperti dikutip hidayatullah.com.
Musthofa yang juga pengurus Majelis Pustaka & Informasi PP Muhammadiyah hadir dalam pertemuan ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Silaturrahim Ormas Lembaga Islam (SOLI). Ia bersama ormas di SOLI berharap pemerintah dan Polri ada i’tikad baik atas dugaan pelanggaran HAM berat ini.
SOLI yang dihadiri lebih kurang 27 ormas Islam hari Kami mendesak pemerintah melakukan evaluasi atau bila perlu membubarkan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Kemanusian (HAM) berat.
“Tindakan Densus 88 yang dalam banyak kasus telah terbukti melampaui kepatutan, kepantasan, dan batas perikemanusiaan berupa penangkapan, penculikan, penyiksaan, intimidasi, dan pembunuhan, yang sebagian terekam dalam video yang beredar, dan yang telah memakan banyak korban dan menimbulkan kesedihan, luka dan trauma. Demikian telah terjadi pelanggaran berat,” demikian salah satu pernyataan sikap yang dibacakan Dr Marwah Daud Ibrahim, Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesa (ICMI), di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Jakarta no. 62 Jakarta Pusat, Kamis (07/03/2013) siang.
Marwah yang didampingi beberapa perwakilan ormas Islam termasu Dr Din Syamsuddin juga meminta negara (melalui aparat kepolisian, red) tidak menangani teror dengan menjadi teror baru.
“Terorisme sebagai musuh bersama tidak semestinya dihadapi dengan pendekatan bernuansa teror. Dengan demikian, kami mendesak pemerintah untuk mengaudit kinerja (termasuk keuangan) lembaga tersebut dan menggantinya dengan lembaga baru yang kredibel, profesional dan berintegrasi dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.”
Dengan pernyataan ini SOLI menilai, salah satu kesatuan elit yang berada di bawah Polri ini untuk segera dievaluasi atau jika perlu dibubarkan.
Desakan ormas Islam ini muncul terkait beredarnya video kekerasan yang diduga dilakukan anggota Densus dalam penanganan terduga terorisme.
Ormas-ormas yang tergabung dalam SOLI antara lain Muhammadiyah, Muslimat NU, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Syarikat Islam, PP Matla’ul Anwar, Wanita Islam, Baitul Muslimin Indonesia, Hidayatullah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, Ikata Dai Indonesia (IKADI), dan Majelis Dakwah Islamiyah, PP Parmusi, Tabiyah, MIUMI, MUI, Al Irsyad, Dewan Masjid dan BKRMI.
Dalam pertemuan siang tadi ormas-ormas Islam sempat memutar sebuah tayangan video kekerasan yang diduga dilakukan oknum Densus dan Brimob. Dalam salah satu tayangan, terlihat aparat keamanan meminta korban beristighfar sebelum ditembak mati. Beberapa saat kemudian terdengan serentetan tembakan mengenai beberapa korban. (bilal/arrahmah.com)