DAGESTAN (Arrahmah.com) – Zubeidat Tsarnaeva (46), yang merupakan seorang Muslimah, adalah ibu dari Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev, dua pemuda Muslim yang dituduh AS sebagai pelaku Bom Boston.
Zubeidat mengatakan bahwa anak sulungnya, Tamerlan (26), – yang meninggal karena ditembak oleh polisi AS di Watertown, Massachusetts pada hari Jumat (19/4/2013) – pertama kali dicurigai AS pada tahun 2008, di mana agen FBI menemuinya sebanyak sedikitnya lima kali, yang terakhir kali pada satu setengah tahun yang lalu, lansir KC pada Rabu (24/4).
“Mereka datang dan bertanya, apa yang kamu lakukan, apa yang kamu rencanakan?” kenangnya. “Mereka mengatakan Tamerlan adalah pemuda berpengaruh, ia memiliki kepribadian seorang pemimpin dan mereka bertanya, ‘Apa Anda tidak berpikiran bahwa ia bisa mengatur semacam sebuah kelompok ‘teroris’? Mereka mengatakan mereka telah melihat jenis video apa yang ia telah lihat. Dan mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka menjaga agar para pemimpin muda di kalangan umat Islam berada di bawah kontrol sehingga tidak ada pengeboman, sehingga mereka tidak jatuh di bawah pengaruh seseorang.”
Tamerlan Tsarnaev diperkirakan telah mengikuti akun YouTube yang menampilkan video yang bersimpati dengan Muslim “radikal”. Ayahnya mengatakan FBI membesar-besarkan kunjungan Tamerlan ke situs www.islam.ru Rusia.
Ibu Tsarnaev, yang merupakan seorang etnis Avar dari Dagestan, menemui The Daily Telegraph di ibukota Makhachkala, sebuah kota di pantai Kaspia, di samping Anzor Tsarnaev ayah Tsarnaev bersaudara. Dia mengatakan bahwa anaknya, Tamerlan tidak pernah memikirkan kekerasan.
“Membaca materi ‘ekstrimis’ tidak menjadikan Anda seorang ‘teroris’,” katanya.
“Tamerlan memberitahu orang-orang FBI, ‘Saya membaca banyak hal, saya membaca Pushkin dan Doestoyevsky juga.’ Dia adalah seorang anak laki-laki terpelajar.” Anzor Tsarnaev (47) mengatakan bahwa ia telah dihujani ribuan pertanyaan tentang nasib Tamerlan dan Dzhokhar, dan bahwa ia dan Ibu Tsarnaev berencana untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat minggu ini untuk menyelamatkan anak bungsu mereka, Dzhokhar.
Dia mengatakan bahwa kerabat Dzhokhar di AS belum diizinkan untuk mengunjunginya di rumah sakit di Boston, di mana ia dirawat karena luka-luka yang serius. “Mereka tidak membiarkan siapa pun dari keluarga [kami] untuk melihatnya,” katanya.
“Yang kami tahu adalah apa yang kami dengar dari televisi.” Anzor Tsarnaev mengatakan ia dan Ibu Tsarnaev berencana untuk memakamkan Tamerlan secara Islami di sebuah pemakaman di Boston, atau di dekatnya.
Zubeidat mengaku putranya telah “diatur” oleh pihak keamanan AS dan polisi, yang katanya telah membeli bahan peledak terutama untuk menjebak Tsarnaev bersaudara.
Sang Ibu mengatakan bahwa Tamerlan dilibatkan karena mereka [AS] sudah memantaunya, sedangkan Dzhokhar hanya terseret ke dalamnya secara kebetulan.”Ini adalah pertunjukan besar, tontonan. Orang Amerika suka pertunjukan,” katanya.
Tamerlan dilaporkan telah mengunjungi sebuah masjid yang sering dikunjungi oleh mualaf Muslim Salafi dalam kunjungannya selama enam bulan ke Dagestan tahun lalu. Pihak “keamanan” Rusia mengklaim di wilayah tersebut mereka telah mencatat Tamerlan bertemu dengan seorang pria yang mereka duga berhubungan dengan pejuang Islam sebanyak empat kali tapi mereka tidak menemukan alasan untuk bisa menahannya.
Zubeidat mengatakan agen FBI menghubungi anaknya melalui telepon pada saat-saat terakhir, tiga hari setelah pemboman maraton – dan satu hari sebelum ia meninggal.
Zubeidat juga menjelaskan bahwa anak sulungnya itu masih menelepon Sang Ibu pada saat-saat teakhir. “Mereka mengatakan ia [Tamerlan] diduga terlibat dan mengatakan bahwa ia perlu datang untuk ditanyai,” katanya. “Ia mengatakan kepada mereka [FBI] untuk datang dan menemukannya lalu menutup telepon. Ia sudah muak berbicara dengan mereka.” (banan/arrahmah.com)