JAKARTA (Arrahmah.com) – Puisi Sukmawati Soekarnoputri beberapa hari ini menjadi sorotan. Pasalnya, puisi tersebut menyinggung soal Syariat islam, yaitu adzan dan cadar dan membandingkan dengan kidung ibu dan konde.
Putri mendiang proklamator Presiden Soekarno ini dituding telah menghina agama Islam karena dalam puisi yang diciptakannya tahun 2006 itu, Sukmawati menyatakan konde lebih indah daripada cadar dan kidung lebih merdu ketimbang suara azan
Terkait hal ini, Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menegaskan bahwa alasan yang membuat bangsa besar dan majemuk ini masih berdiri sampai sekarang adalah, masyarakat Indonesia yang berbeda agama dan budaya bahkan berbeda cara berbusana saling menghormati serta tidak menafikan satu sama lain karena perbedaan tersebut.
“Ibu-ibu, baik yang kesehariannya pakai kebaya dan berkonde atau mereka mengenakan hijab dan cadar sama-sama cinta Indonesia. Ibu-ibu yang suka mendengar kidung dan mereka yang bergegas beribadah saat mendengar azan sama-sama berbudi. Ini realita, makanya seringlah turun ke masyarakat, baru beropini,” ujar Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (3/4/2018).
Fahira mempersilakan siapa saja yang menganggap bahwa kebaya dan konde adalah bagian identitas busana para perempuan atau ibu-ibu Indonesia. Namun, jangan pernah menstigma perempuan-perempuan yang mengenakan hijab dan cadar sebagai ekspresi keyakinannya beragama, bukan bagian dari Indonesia, karena ini sama saja tidak paham Pancasila dan konstitusi yang menjamin semua perbedaan itu.
“Kalau merasa paling paham Pancasila, harusnya memandang perbedaan keyakinan bahkan pertentangan budaya dan identitas sebagai sebuah keniscayaan penguat persatuan, bukan malah beropini bahwa budaya atau identitas busana saya paling Indonesia, yang lain bukan Indonesia. Opini yang membanding-bandingkan seperti ini, sama sekali tidak ada maknanya bagi penguat keindonesiaan kita,” tandasnya.
Terkait ramainya reaksi atas puisi ‘Ibu Indonesia’ ini, Fahira meminta masyarakat khususnya umat Islam untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi serta menganggap barisan-barisan kalimat puisi ini sebagai ujian bagi keindonesian bangsa ini.
“Anggap saja ini ujian bagi keindonesiaan kita. Semoga ke depan tidak ada lagi pandangan yang menilai keindonesiaan perempuan dari busana yang dikenakannya,” pungkas Fahira.
Pada Rabu (4/4), Sukmawati minta maaf kepada seluruh umat Islam karena puisi karyanya menyakiti perasaan kaum mayoritas di tanah air. Halida Nuriah Hatta, putri bungsu mendiang Wakil Presiden Mohamad Hatta juga hadir dalam konferensi pers tersebut.
“Dari lubuk hati yang paling dalam saya mohon maaf lahir dan batin, kepada umat Islam Indonesia,” ujar Sukmawati, lansir Detiknews.
Hal itu disampaikan Sukmawati dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (4/4)).
(ameera/arrahmah.com)