(Arrahmah.id) – Ibnu Al Jazzar, seorang polimath Muslim abad ke-10 adalah orang pertama yang mendiagnosis kusta, menjelaskan penyakit itu dalam istilah ilmiah dan tindakan untuk mengatasinya.
Telah umum diketahui bahwa dokter Norwegia Gerhard Armauer Hansen adalah orang pertama yang mengidentifikasi penyebab utama kusta pada 1973, tetapi Al Jazzar ternyata lebih dahulu mengidentifikasi penyakit itu sebagaimana tertuang dalam bukunya yang berjudul ‘Zad Al Mousa Firwa’ dan ‘Qaout Al Hadhir’.
Constantinus Africanus, dokter abad ke-11 yang menghabiskan paruh pertama hidupnya di Afrika dan sisanya di Italia, menerjemahkan buku-buku Jazzar tanpa menyebut nama penulisnya, dengan judul ‘Viaticum’, yang akhirnya memainkan pengaruh yang sangat signifikan dalam membentuk kebangkitan medis Eropa.
Meskipun kusta bukan lagi penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dilaporkan ada dua juta orang yang menderita kusta di dunia saat ini. Selama Perang Salib, kusta mencapai puncaknya, menghancurkan jutaan nyawa sepanjang Abad Pertengahan. Kusta dianggap sebagai salah satu penyakit terburuk saat itu.
Sejarawan menelusuri sejarah kusta kembali ke Zaman Pertama, ditemukan di cartonage Mesir, bahan yang digunakan dalam topeng pemakaman. Jejak pertamanya ditemukan di India, Cina Selatan dan Mesopotamia. Sebelum Masehi, dokter Alexander Agung mulai mengamatinya dan menyebut kusta ‘elephantiasis’ karena reaksinya pada kulit tetapi mereka tidak dapat memisahkannya dari penyakit kulit lainnya karena karakter kusta yang tidak diketahui.
Sementara Ibnu Al Jazzar, Ibnu Sina dan beberapa polimath Islam lainnya mendiagnosisnya sebagai penyakit dengan menjelaskan gejala utamanya. Sampai abad ke-15, orang-orang Eropa biasa mengusir orang yang terinfeksi kusta karena mereka percaya bahwa itu adalah murka dari Tuhan.
Gagasan pertama untuk mendiagnosis kusta sebagai penyakit di Eropa adalah pada awal abad ke-15 tahun 1403 di Venesia. Sebelum tanggal ini, orang-orang dengan penyakit kusta kehilangan semua kekayaan mereka karena diusir dari masyarakat, mereka tidak diizinkan memasuki tempat-tempat umum dan diharuskan bagi mereka untuk membunyikan bel untuk menjauhkan orang-orang sehat dari mereka.
Menurut beberapa sumber, ada lebih dari 2.000 penjara di Prancis untuk pasien kusta sementara jumlahnya lebih dari 19.000 di seluruh dunia Kristen sampai penyebaran penyakit melambat pada akhir abad ke-15.
Asal Usul Ibnu Al Jazzar
Lahir di Kairouan, Tunisia modern, pada akhir abad ke-9 atau mungkin awal abad ke-10, ayah dan paman Ibnu Al Jazzar adalah dokter yang darinya dia belajar kedokteran dengan keahlian tambahan dalam sejarah, teologi, tata bahasa yang dia pelajari selama masa mudanya. Ibnu Al Jazzar juga dikenal di Eropa dengan nama latin Algizar.
Nama lengkapnya adalah Ahmad Bin Jaafar Bin Ibrahim Ibnu Al Jazzar, bertentangan dengan tradisi zamannya yang mengucilkan pasien kusta, dia justru mencoba mengobati mereka. Selama usahanya untuk mengobati penyakit tersebut, ia menulis semua rincian tentang tentang penyakit ini di kulit antelop bersama dengan semua penyakit yang ia temui selama perjalanannya. Beberapa sumber mengklaim bahwa Ibnu Al Jazzar memiliki perpustakaan yang kaya dengan berbagai buku.
Ibnu Al Jazzar mengumpulkan semua informasi selama proses perawatan pasiennya dalam bukunya yang terkenal ‘Zad Al Mussafir’ (‘The Viaticum’) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Yunani dan Ibrani yang kemudian disalin dan dicetak di Prancis dan Italia pada abad ke-16.
Sang Polimath membuka jalan baru dengan bukunya ‘Zad Al Mussafir’, berdasarkan pengalamannya dengan pengobatan selama perjalanannya, ia menjelaskan penyebab kusta dan pengobatannya. Buku ini juga diadopsi dan dipopulerkan di seluruh Eropa dan menjadi landasan bagi pendidikan kedokteran klasik Eropa. Ia juga merupakan kompilasi dari ‘The Canon of Medicine’-nya Ibnu Sina.
Dalam buku ini, Ibnu Al Jazzar menyebutkan penyakitnya, daftar gejala yang diketahui, petunjuk pengobatan dan kadang-kadang menunjukkan prognosisnya. Dia sering mengutip dalam referensi nama-nama penulis asing, seolah-olah untuk mementingkan subjeknya, atau untuk integritas intelektual.
Ia juga menulis buku tentang pengobatan geriatri dan kesehatan lansia, gangguan tidur, kelupaan dan cara memperkuat daya ingat, risalah tentang penyebab kematian pada anak, demam, gangguan seksual, obat orang miskin, terapi, coryza, gangguan lambung, kusta, obat terpisah, obat majemuk, di samping buku-bukunya di bidang sains, sejarah, hewan, dan sastra lainnya.
Beberapa sumber Islam mengklaim bahwa dia wafat pada 1009 sementara beberapa lainnya mengatakan pada akhir 970-an. (zarahamala/arrahmah.id)