Oleh Erna
Aktivis Dakwah
Tahun ini, selama Bulan Ramadhan kelompok Hamas mengajak warga Palestina beribadah di Masjid Al Aqsha, sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel. Dikutip dari Antara, Sabtu (1/3/2025), sebuah pernyataan disampaikan oleh kelompok Hamas, “Jadikan hari-hari dan malam-malam Ramadhan yang penuh berkah didedikasikan untuk ibadah, keteguhan hati, dan perlawanan terhadap musuh dan pemukim (ilegal), serta untuk mempertahankan Yerusalem dan Al Aqsha sampai terbebas dari pendudukan.”
Untuk warga Palestina di seluruh dunia juga dihimbau untuk mendukung saudara-saudara mereka di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem sebagai bentuk solidaritas.
Sementara itu, akses ke masjid tersebut diduga dibatasi oleh otoritas Israel dengan alasan keamanan. Hal ini disampaikan pengkhotbah Masjid Al Aqsha, Sheikh Ekrima Sabri, Jumat malam (28/2/2025).
Pembatasan akses ke masjid Al Aqsha ini dilakukan melalui karantina wilayah yang diterapkan terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk maupun keluar wilayah itu, untuk tujuan tertentu yang mendesak. Pembatasan akses warga Palestina ke Masjid Aqsa di Yerusalem Timur ini dilakukan oleh otoritas Israel hampir setiap Ramadhan.
Pembatasan juga bisa berupa pembatasan usia, dimana hanya warga Palestina usia tertentu saja yang boleh masuk masjid. Warga Palestina melihat pembatasan ini sebagai bagian dari upaya Israel “meyahudikan” Yerusalem Timur, termasuk Masjid Al Aqsha, dengan menghapus identitas Arab dan Islam.
Mahdy Saied Rezk Karisem dalam buku Sejarah & Keutamaan Masjid Al Aqsha dan Al-Quds, menuliskan bahwa Masjid Al Aqsha merupakan kiblat pertama bagi umat Islam yang terletak di Kota Baitul Maqdis (Al-Quds) Palestina.
Awalnya, lokasi Masjid Al Aqsha merupakan wilayah Palestina, namun saat ini menjadi wilayah Yerussalem karena direbut Israel yang menduduki Yerusalem Timur, tempat Al Aqsha berada, selama Perang Arab-Israel 1967.
Israel kemudian mencaplok seluruh kota pada 1980, tetapi tindakan itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional. Pada Juli 2024 lalu, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal, serta menuntut pemindahan semua pemukiman di Tepi Barat dan Timur.
Pembatasan akses ke Masjid Al Aqsha menunjukkan bahwa wilayah ini masih dijajah karena keamanan kaum mukmin berada di tangan orang-orang kafir.
Pembatasan akses keluar-masuk dan pembatasan jumlah jamaah yang ingin beribadah ke Masjid Al Aqsha masih terjadi sampai Ramadhan ini. Hal ini tentu tidak adil bagi kaum muslim karena tidak bisa melakukan ibadah di Masjid tempat ibadah mereka sendiri.
Dan fakta ini semakin menunjukkan bahwa Zionis masih mengontrol muslim Palestina baik di Tepi Barat maupun di Gaza secara menyeluruh.
Tanah Palestina yang di atasnya berdiri Masjid Al Aqsha adalah tanah suci yang diberkahi Allah dengan banyaknya nabi yang diutus di sana. Syariat yang mereka bawa telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Rasulullah Saw juga telah mendorong manusia untuk beribadah di Masjid Al Aqsha karena besarnya keutamaan yang Allah limpahkan di sana.
Sabda Rasulullah Saw, ” Janganlah mengencangkan pelana untuk melakukan perjalanan kecuali menuju tiga Masjid yaitu, Masjid Al-Haram (Makkah), Masjidku (Nabawi di Madinah) dan Masjid Al Aqsha (Palestina)”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kemuliaan dan keberkahan yang Allah limpahkan terhadap ketiga Masjid tersebut berlaku hingga hari kiamat. Sayang, saat ini Masjid Al Aqsha berada dalam penjajahan kaum Zionis Yahudi. Mereka telah mengotori dan menistakan Al Aqsha. Mereka telah puluhan tahun melakukan berbagai kekejaman dan kekejian kepada kaum muslim di wilayah Palestina.
Bahkan saat ini di tengah kesepakatan gencatan senjata, serta bertepatan dengan bulan Ramadhan, kaum muslim di Palestina di batasi dalam melaksanakan ibadah.
Umat Islam di belahan dunia lain tidak boleh diam saja melihat kondisi ini. Sebab ajaran Islam mewajibkan umatnya untuk saling mengasihi dan menyayangi antar sesamanya. Apalagi umat Islam diibaratkan seperti satu tubuh .
Zionis Yahudi sangat memahami meskipun gencatan senjata sudah disepakati, umat Islam pasti masih menyimpan potensi perlawanan sehingga mereka harus menggunakan cara politik dan militer, termasuk di Masjid Al Aqsha dan Al-Quds.
Kaum muslim Palestina tidak boleh gentar menghadapi kejahatan Zionis yang dibeking Amerika Serikat dan didukung oleh para pemimpin penghianat kaum muslim.
Ramadhan semestinya digunakan untuk menguatkan azam dalam perjuangan melenyapkan penjajahan. Demikian pula umat Islam di belahan dunia lain, harus memahami bahwa jihad dan khilafah adalah solusi hakiki atas masalah Palestina.
Mereka tidak boleh lagi berharap terhadap solus-solusi barat dan narasi-narasi sesat tentang perdamaian. Sebab Barat justru menginginkan Islam kalah dan terpuruk. Barat sangat takut akan kebangkitan Islam. Sebab hadirnya kepemimpinan Islam yaitu khilafah yang telah runtuh tahun 1924, akan mengakhiri segala bentuk penjajahan yang dilakukan di seluruh negeri-negeri muslim, termasuk Palestina.
Hadirnya khilafah yang kedua akan menghancurkan entitas Zionis yang merupakan hariban fi’lan. Yakni pihak yang wajib diperangi secara nyata melalui jihad fii sabilillah.
Sungguh penegakan lagi khilafah adalah qadliah nashiriyah (masalah paling penting) yang wajib menjadi agenda utama umat Islam.
Wallahua’lam bis shawab