BANDUNG (Arrahmah.com) – Fenomena sihir tak pernah benar-benar habis dari muka bumi ini. Bukan hanya karena filmnya selalu jadi box office (seperti Harry Potter) saja sihir ramai dibicarakan, namun juga masih ada kalangan yang mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari dengan bantuan jin, seperti santet atau tenung.
Padahal, menurut Wahid bin Abdissalam Baali, sebagaimana Arrahmah kutip dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Rabu (1/7/2015), perbuatan sihir itu haram, bahkan harus diberi hukuman yang keras. Dengan demikian, mengikuti tren sihir (menyukai sihir, red.) apalagi mempraktikkannya, tentu tidak disukai Allah subhanahu wata’ala.
Terkait hal ini, Imam Malik rahimahullah berkata: “Tukang sihir yang melakukan penyihiran yang tidak dilakukan oleh orang lain untuknya, perumpamaannya adalah seperti apa yang difirmankan oleh Allah Tabara wa Ta’ala di dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 102.
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu melakukan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, padahal keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu sesuatu yang dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinyadengan sihir, sekiranya mereka tahu.”
Oleh karena itu, Imam Malik berpendapat bahwa orang itu harus dibunuh jika dia sendiri mengerjakan hal tersebut. [1]
Sementara Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Utsman bin ‘Affan, Ibnu ‘Umar, Hafshah, Jundub bin ‘Abdillah, Jundub bin Ka’ab, Qais bin Sa’ad dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Itu pula yang menjadi pendapat Abu Hanifah dan Malik.” [2]
Adapun Al-Qurthubi rahimahullah mengemukakan: “Para ahli fiqih telah berbeda pendapat mengenai hukum tukang sihir muslim dan dzimmi. Imam Malik berpendapat bahwa seorang muslim jika melakukan sihir sendiri dengan suatu ucapan yang dapat menjadikannya kufur, maka dia harus dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat, dan tidak pula taubatnya diterima, karena itu merupakan perbuatan yang dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiq atau pelaku perzinahan. Dan karena Allah Ta’ala telah menyebut sihir itu sebagai kekufuran melalui firman-Nya:
“Artinya ; Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir…'” [Al-Baqarah: 102]
Yang demikian merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaq, Asy-Syafi’i [2] dan Abu Hanifah.”[3]
Kemudian, Ibnu Mundzir rahimahullah mengemukakan: “Jika ada seseorang yang mengaku bahwa dia telah melakukan sihir dengan ucapan yang mengakibatkan kekufuran, maka dia wajib dibunuh jika dia tidak bertaubat. Demikian juga jika dia terbukti melakukannya dan ada bukti yang menyatakan (bahwa) ucapan itu berupa kekufuran.
Jika ucapan yang dia sebutkan bahwa dia telah melakukan sihir dengan ucapan tersebut tidak termasuk suatu (ucapan) yang kufur, maka tidak boleh membunuhnya. Dan jika merupakan kejahatan pada orang yang disihir, maka diharuskan hukuman qishash baginya jika dia melakukannya dengan sengaja. Dan jika tidak termasuk tindakan yang tidak mengharuskan qishash padanya, maka dia harus membayar diyat (denda).” [4]
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Para ulama yang berpendapat tentang kafirnya tukang sihir, telah menjadikan ayat berikut sebagai dalil:
“Artinya ; Seandainya mereka itu beriman dan bertaqwa….” [Al-Baqarah: 103]
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama salaf. Ada yang mengatakan: “Tidak perlu dikafirkan, tetapi hukumannya adalah memenggal lehernya,” sebagaimana yang diriwayatkan Imam Syafi’i dan Ahmad, di mana keduanya berkata, “Sufyan bin ‘Uyainah telah mengabarkan, dari ‘Amr bin Dinar, di mana dia telah mendengar Bajalah bin ‘Abadah berkata: “Umar bin al-Khaththab ra telah memutuskan agar kalian membunuh setiap tukang sihir baik laki-laki maupun perempuan.” Lalu kami pun membunuh tiga orang tukang sihir.”
Lebih lanjut, Ibnu Katsir mengatakan: “Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab shahihnya.”[5]
Dia juga mengatakan: “Demikianlah riwayat yang shahih menyebutkan bahwa Hafshah, Ummul Mukminin, pernah disihir oleh seorang budak perempuan miliknya, maka dia menyuruh agar wanita itu dibunuh, sehingga wanita itu pun dibunuh.
Imam Ahmad mengatakan : “Dibenarkan riwayat dari tiga orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pembunuhan terhadap seorang tukang sihir”[6]
Di lain pihak, Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Menurut Malik, hukum tukang sihir ini sama dengan hukum yang berlaku pada orang zindiq, di mana taubatnya tidak diterima, dan dibunuh sebagi hukuman jika hal itu terbukti padanya. Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh Ahmad.”
Asy-Syafi’i mengatakan: “Tukang sihir tidak boleh dibunuh kecuali jika dia telah mengaku bahwa dia telah membunuh orang dengan sihirnya, sehingga dia pun harus dibunuh karenanya.”[7]
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa Jumhur Ulama berpendapat mengharuskan pembunuhan terhadap tukang sihir, kecuali Imam Syafi’i rahimahullah saja Alasannya, beliau menyatakan bahwa tukang sihir tidak harus dibunuh kecuali jika dengan sihirnya itu dia membunuh orang, sehingga dia harus diberikan hukuman qishash.
Referensi
[1]. Kitab, al-Muwaththa’, (hal.628) (Kitab al-‘Uquul (43), bab Maa Jaa-a fil Ghiilati was Sihr (19) hal.871) – cet. ‘Abdulbaqi.
[2]. Demikian yang dikatakannya. Dan yang popular dari asy-Syafi’i bahwa dia tidak berpendapat untuk mengharuskan pembunuhan terhadap tukang sihir hanya karena sihirnya semata, tetapi dia dibunuh jika dengan sihirnya itu dia melakukan pembunuhan. Pendapat itu dinukil dari asy-syafi’i oleh Ibnul Mundzir dan lainya..
[3]. Tafsiir al- Qurthubi (II/48).
[4]. Dinukil dari Tafsiir al- Qurthubi (II/48).
[5]. Benar, diriwayatkan oleh al-Bukhori (VI/257 –Fat-hul Baari) tanpa menyebut kisah ketiga penyihir itu.
(adibahasan/arrahmah.com)