Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum orang yang mengaku mengetahui yang ghaib ?
Jawaban
Hukum orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib adalah kafir, karena ia mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia berfirman. Artinya : Katakanlah : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali AllahÂÂÂÂ, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” [An-Naml : 65]
Allah memerintahkan kepada NabiNya Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam untuk memberitahukan kepada manusia bahwa tidak ada seorangpun di bumi maupun di langit yang mengetahui ilmu ghaib kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib, maka ia telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang khabar ini. Kita tanyakan kepada mereka : Bagaimana mungkin kalian mengetahui yang ghaib, sedangkan Nabi saja tidak mengetahui ? Apakah kalian lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Jika mereka menjawab : “Kami lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka telah kafir karena ucapan itu. Jika mereka mengatakan : Bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia, maka kami katakan : Kenapa Rasul tidak mengetahui yang ghaib, sedangkan kalian mengetahui ? Allah berfirman. Artinya : (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridahiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.” [Al-Jin : 26-27]
Ini adalah ayat kedua yang menunjukkan atas kafirnya orang yang mengetahui ilmu ghaib. Allah Subhanahu wa Taaala telah memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengabarkan kepada manusia dengan firmanNya. Artinya : Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” [Al-An’am : 50]
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]