(Arrahmah.com) – Pertanyaan: Apa hukum merayakan hari Valentine, mohon disertakan dalil dan penjelasan dari para ulama?
Jawab:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap atas Rasulullah, keluarga, dan para shabatnya.
Cinta adalah fitrah dalam diri setiap hamba dan petunjuk Islam sangatlah jelas tentang hal itu. Adapun yang disebut Valentine Day bukan termasuk fitrah ini. Sebaliknya, ia merupakan produk agama Nasrani dan memiliki tujuan buruk yang akan kami jelaskan. Oleh karena itu, kalau ada sebagian kaum Muslimin yang merayakannya ada kemungkinan karena kebodohan dan mengikuti ajaran orang kafir setapak demi setapak.
Asal usul perayaan hari Valentine berawal dari Romawi kuno. Mereka merayakan sebuah hari raya tanggal 15 Februari setiap tahunnya. Dalam perayaan, mereka mempersembahkan sesaji untuk “tuhan” mereka supaya ternak mereka terlindungi dari serigala.
Perayaan tersebut juga bertepatan dengan liburan musim semi menurut penanggalan mereka.
Abad ketiga masehi, hari perayaan berubah menjadi tanggal 14 Februari. Saat itu, penguasa Romawi melarang keras pasukannya untuk menikah. Alasannya, pernikahan hanya menyibukkkan diri dari peperangan. Setelah itu, seorang bernama Valentine menentang aturan tersebut. Ia melangsungkan pernikahan secara sembunyi-sembunyi. Namun, perbuatannya diketahui sehingga dia divonis hukuman mati. Dalam penjara, dia malah jatuh hati dengan anak perempuan tahanan lain.
Hukuman matinya dilaksanakan pada tanggal 14 februari 270 M. Sejak itu, hari yang bertepatan tanggal 14 Februari dinamakan hari Valentine. Hal itu dilakukan karena dia dianggap telah mengorbankan jiwa dan raga untuk melindungi para pecinta dikalangan kaum Nasrani. Valentine sendiri merupakan seorang pendeta.
Di hari Valentine, pemuda dan pemudi saling bertukar bunga, surat cinta, kartu hari raya dan lain sebagainya untuk merayakannya. Bahkan, orang kafir Amerika dan Eropa menjadikan momen tersebut sebagai ajang free sex. Lebih parah lagi, sekolah-sekolah dan kampus-kampus menyediakan plastik pelindung (kondom) untuk mendukung pesta sex tersebut. Setelah itu kondom dibuang di kloset-kloset dan lainnya. Itulah yang disebut pesta seks yang suci menurut orang kafir. Maka, bagaimana mungkin kaum Muslimin rela untuk terseret dalam hari raya paling kotor milik kaum kafir!?
Oleh karena itu, kami katakan bahwa ikut merayakan hari Valentine adalah haram termasuk merayakan hari raya orang kafir yang lain. Sungguh telah diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha bahwasannya Rasulullah bersabda, “…Sesungguhnya tiap kaum memiliki hari raya. Hari raya kita adalah hari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya hari raya termasuk ajaran agama dan bentuk peribadatan, seperti halnya kiblat dan puasa. Maka, tidak ada bedanya ikut merayakan hari raya orang kafir dan hari –hari istimewa mereka. Sesungguhnya menyetujui hari raya orang kafir berarti menyetujui kekufuran mereka.”
Rasulullah juga tidak mengakui hari raya orang kafir. Diriwayatkan dari Anas ia berkata, Rasulullah datang ke Madinah dan para penduduknya memiliki dua hari untuk bersenang-senang. Beliaupun bertanya, “Dua hari apa ini?” Mereka menjawab, “Kami bersenang-senang di dalamnya saat masa jahiliyah.” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR Abu Dawud dan An-Nasai)
Wallahu a’lam bis showab.
Divisi Fatwa dan Penyuluhan
Dewan Syariah Surakarta (DSKS)
(*/arrahmah.com)