Oleh: Irma Ismail
(Aktivis Muslimah Balikpapan dan Member AMK)
(Arrahmah.com) – Muh. Aris (20 th), adalah pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto yang dijatuhi vonis kebiri kimia untuk perama kali di Indonesia setelah sebelumnya di vonis 12 tahun penjara dari putusan Pengadilan Tinggi Mojokerto ditambah 8 tahun penjara dari Pengadilan Negeri Mojokerto, total 20 tahun hukuman penjara dan denda 100 juta serta subsider 6 bulan kurungan. (kompas.com, 30/8/2019).
Ditengah pro dan kontra tentang hukum kebiri hormonal ini, Presiden Jokowi pada 7 Desember 2020 akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dan akan dilaksanakan setelah pidana penjara diselesaikan. Isi peraturan ini memuat tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.(detiknews.com, 3/1/2021).
Sebelumnya tahun 2015 tepatnya pada hari Selasa (20/10/2015) Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kemenkes, Kemendikbud mengusulkan kepada Presiden mengenai ide hukuman kebiri ini.
Usulan tersebut ditindak lanjuti dengan penyusunan draft Perpu (Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang) bagi pelaku kejahatan anak, termasuk pelaku akan dihukum kebiri secara hormonal.(Koran Tempo, 23/10/2015)
Meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak tentulah sangat memprihatinkan. Selain menimbulkan traumatic pada korban, kehidupan social dan masa depan menjadi terancam, yang terkadang berakhir dengan pembunuhan.Tidak jarang pelaku kejahatan seksual ini atau predator seksual adalah orang terdekat dari korban.Semua ini menimbulkan rasa tidak aman bahkan dirumah sendiri.
Banyak faktor pemicu predator seksual ini beraksi, semisal minimnya keimanan, gaya hidup dan pemikiran yang liberal, menjadi korban masa lalu, ekonomi, kemudahan mengakses akun pornografi semakin memperparah keadaan, serta sanksi yang ringan.
Predator seksual anak-anak atau pedofili ini ternyata mempunyai jaringan Internasional yang berjalan secara online, dan ini membuktikan serta menegaskan bahwa ini jaringan yang terorganisir dan masalah yang serius, melibatkan tekhnologi antar negara dalam sebuah kejahatan.
Dilansir dari Okezone.com (16/3/2017), Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan bahwa setidaknya masih ada 11 jaringan internasional terkait kejahatan pedofilia, setelah sebelumnya membongkar jaringan di Indonesia yang menggunakan Facebook dengan nama akun Official Candy’s Group.
Adanya sanksi hukum ternyata tidak memberikan efek jera, bahkan kejahatan ini semakin meningkat tiap tahunnya, hingga memunculkan wacana hukuman kebiri .
Dalam Wikipedia Kebiri adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan-bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium pada betina.
Pengebirian dapat dilakukan pada hewan atau manusia. Metode kebiri secara garis besar ada dua macam, yaitu metode fisik dengan memotong testis dan metode hormonal yaitu dengan cara suntikan.
Semua mempunyai tujuan yang sama yaitu menghilangkan syahwat dan sekaligus menjadikannya mandul(metode fisik). Dan pada metode hormonal jika suntikan dihentikan maka orang yang dikebiri akan pulih seperti semula, meski efek samping masih ada akibat masuknya zat kimiawi kedalam tubuh secara rutin.
Dalam PP Nomor 70 Tahun 2020, hukum kebiri dilakukan dengan cara kimia atau suntikan hormone. Dan kebiri di anggap sebagai sanksi tertinggi dan di anggap efektif untuk menghentikan para predator seksual ini dan menimbulkan efek jera bagi predator seksual lainnya. Padahal tidak ada jaminan hukuman kebiri mampu membuat pelaku untuk tidak mengulanginya kembali, karena ketika suntikan dihentikan maka akan kembali seperti semula, kembali ada nafsu syahwat.
Lantas apakah ini solusi atau menimbulkan masalah baru ? bagaimana Islam memandangnya ?
Islam adalah agama yang sempurna dan sesuai fitrah manusia, maka setiap permasalahan pasti ada solusinya. termasuk untuk menuntaskan masalah ini.
Islam telah mengharamkan kebiri/ pengebirian. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Ra, dia berkata, ”Rasulullah Saw telah menolak Ustman bin Mazh’un untuk melakukan tabattul (meninggalkan kenikmatan duniawi hanya untuk beribadah).
Kalau sekiranya Rasulullah Saw mengijinkan Ustman bin Mazh’un melakukan tabattul, niscaya kami sudah melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari no 5073, HR Muslim no 3390)
Dan Allah sudah menetapkan di dalam Alqur’an berbagai sanksi terhadap kasus kejahatan seksual yang dapat berupa pemerkosaan, perzinahan, hubungan sesama jenis (liwath) dan pelecehan seksual (at tahurusy al jinsi). Dan predator seksual anak atau pedofilia bisa melakukan kejahatan seksual semuanya, sebagian atau salah satunya. Maka Islam telah memberikan rincian terkait pedofilia ini, dimana pelakunya akan dikenakan sanksi.
- Jika yang dilakukan adalah zina, hukumannya adalah untuk pezina (had az zina), dirajam jika sudah menikah atau pernah menikah dan di cambuk jika belum menikah.
- Jika liwath, hukumannya adalah hukuman mati. 3] Jika pelecehan seksual tidak sampai zina atau liwath, hukumnya adalah ta’zir.(Abdurrahman Al Maliky, Nidzomul ‘Uqubat, hal 93).
Untuk pemerkosaan atau hubungan seksual dengan paksaan(al wath’u bi al ikraah), jika seorang laki-laki memperkosa perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tidak akan dijatuhi hukuman zina, baik rajam atau hukuman cambuk 100 kali.
Pembuktian pemerkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu pertama pengakuan orang yang berbuat zina, kedua kesaksian empat laki-laki muslim adil dan merdeka dan ketiga, kehamilan pada perempuan tak bersuami.
Sesungguhnya cara menanggulangi kejahatan seksual terhadap anak ini dan juga kejahatan lainnya adalah dengan mengembalikan pengaturan hidup manusia dari manusia kepada pengaturan hidup oleh Allah, Sang Pencipta Alam Semesta yaitu kepada Syariah Islam secara Kaffah.
Dengan tiga dasar pelaksaan Syariah Islam, yaitu ketaqwaan individu, kontrol social dan penegakan hukum oleh negara, insyaAllah semua permasalahan akan tertangani. Karena pada dasarnya hukuman atau sanksi dalam Islam adalah sebagai pencegah (zawajir) dikarenakan dapat mencegah manusia untuk melakukan hal serupa dan sebagai penebus (Jawabir) dikarenakan dapat menebus sanksi di akhirat.
Kini sudah saatnya kaum muslim mengembalikan pengaturan hidupnya secara menyeluruh dengan syariah Islam secara sempurna dan menyeluruh, aturan yang memberikan kerahmatan bagi seluruh alam, baik muslim ataupun non muslim dibawah bingkai sistem yang menerapkan Syariah Islam dalam segala aspek kehidupan.
(*/arrahmah.com)