TEL AVIV (Arrahmah.id) — Militer Israel tidak akan lagi mengizinkan perempuan bekerja sebagai penjaga penjara di fasilitas dengan keamanan tinggi, menurut para pejabat tinggi. Para pejabat pun memerintahkan “segera” diakhirinya praktik tersebut setelah beberapa tentara perempuan dituduh melakukan hubungan seksual dengan seorang narapidana Palestina.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir mengumumkan keputusan tersebut pada Jumat (29/9/2023), menanggapi laporan sebelumnya yang menyatakan lima tentara Israel melakukan kontak yang tidak pantas dengan seorang tahanan yang dihukum karena perannya dalam serangan teroris mematikan di Israel tengah.
“Laporan yang mengejutkan ini… adalah bukti lebih lanjut mengenai perlunya dan mendesaknya pemindahan tentara perempuan kita dari semua tahanan keamanan,” ujar menteri tersebut, dikutip dari The Times of Israel (29/9).
Dia menambahkan, “Pada pertengahan tahun 2024, tidak akan ada satu pun tentara perempuan yang tersisa di tahanan keamanan tersebut.”
Menurut situs berita Ynet, yang pertama kali melaporkan kasus ini, badan intelijen Israel mengetahui seorang penjaga IDF yang tidak disebutkan namanya memiliki “hubungan intim dengan seorang tahanan keamanan selama setahun terakhir.”
Wanita penjaga itu pun diyakini terus melakukan kontak dengan tahanan tersebut melalui telepon terlarang yang disimpan di selnya.
Outlet tersebut mencatat ada pertukaran “fisik dan intim” setidaknya pada satu kesempatan, dan menambahkan keduanya bahkan berbagi foto menggunakan telepon selundupan.
Penjaga tersebut diinterogasi oleh militer, dan kemudian terungkap empat penjaga lainnya memiliki hubungan serupa dengan narapidana yang sama, menurut Ynet.
Wanita penjaga itu dilaporkan ditahan dalam tahanan rumah karena “penipuan dan pelanggaran kepercayaan,” di antara tuduhan lainnya.
Adapun empat wanita anggota militer lainnya belum menjalani pemeriksaan. Namun, pengacara dari wanita penjaga pertama menolak tuduhan tersebut, dan bersikeras klien mereka adalah “korban dari tahanan keamanan tersebut” dan hubungan mereka “dipaksa oleh ancaman.”
“Pada suatu saat ketika klien saya memintanya untuk menghentikan tindakannya dan melepaskannya, dia mengancam akan menyakiti dia dan keluarganya serta menghancurkan hidupnya,” ujar pengacara Yair Ohayon.
Sang pengacara menjelaskan, “Dia jelas-jelas adalah korbannya, dan sekarang setelah masalah ini diketahui publik, dia telah mengalami ketidakadilan ganda.”
Kepala keamanan nasional sebelumnya menyerukan reformasi besar-besaran pada sistem penjara dengan keamanan tinggi di Israel, dan mendesak untuk mengganti wajib militer IDF dengan penjaga profesional yang lebih terspesialisasi.
Seruan serupa juga muncul tahun lalu menyusul laporan seorang tahanan lain telah memperkosa seorang perempuan penjaga IDF.
Para pejabat Israel berharap untuk memberikan “penekanan yang lebih besar pada pencegahan pelecehan seksual” di pusat-pusat penahanan. (hanoum/arrahmah.id)