DAMASKUS (Arrahmah.id) — Pemerintahan Suriah telah terbentuk dan Mohammad al-Bashir telah ditunjuk kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS) untuk sebagai Perdana Menteri pemerintahan transisi, menurut Al Jazeera (9/12/2024).
Tugas PM baru adalah membentuk pemerintahan baru untuk mengelola fase transisi, menyusul pelarian presiden terguling Bashar al Assad, yang memerintah Suriah dengan tangan besi selama 24 tahun.
Dilansir Al Jazeera (9/12), ketua Koalisi Nasional Suriah, Hadi al Bahra, mengatakan kepada Reuters di sela-sela Forum Doha bahwa Suriah harus menikmati masa transisi selama 18 bulan untuk membangun lingkungan yang aman, netral, dan tenang dengan tujuan untuk menjamin pemilihan umum yang bebas.
“Konstitusi akan menentukan apakah kita akan memiliki sistem parlementer, presidensial, atau campuran. Atas dasar ini, kita akan menyelenggarakan pemilihan umum dan rakyat akan memilih pemimpin mereka,” jelasnya.
Kemajuan kelompok perlawanan Suriah telah membawa negara itu ke dalam periode ketidakpastian, setelah 14 tahun perang saudara yang dipicu oleh penindasan berdarah terhadap demonstrasi pro-demokrasi, konflik yang telah merenggut lebih dari 500.000 nyawa.
Pada hari Ahad, Abu Mohammad al-Jaulani mengumumkan bahwa “lembaga-lembaga negara Suriah akan diawasi oleh mantan Perdana Menteri Mohammad Jalali, sampai mereka diserahkan.” Ditunjuk oleh Assad pada bulan September, ia telah menyatakan kesediaannya untuk mendukung kelangsungan pemerintahan.
Menteri Luar Negeri sementara Prancis Jean-Noël Barrot, yang negaranya memutuskan hubungan dengan Suriah pada tahun 2012 karena tindakan keras terhadap protes damai, mengatakan pada hari Senin bahwa dukungan Prancis terhadap transisi politik Suriah “akan bergantung pada penghormatan” terhadap hak-hak perempuan, kaum minoritas, dan hukum internasional. (hanoum/arrahmah.id)