IDLIB (Arrahmah.id) — Pihak keamanan kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy-Syam (HTS) menangkap sejumlah tokoh dan aktivis dari berbagai daerah di Idlib pada Jumat (24/5/2024). Penangkapan itu bertepatan dengan aksi demonstrasi di kota itu yang menuntut penggulingan pemimpin HTS, Abu Muhammad al Jaulani.
Dilansir Enab Baladi (24/5), Dr. Farouk Kashkash, salah satu koordinator gerakan kerakyatan di Idlib, serta aktivis seperti Adam Suleiman, Ahmad al-Shughri, Rami Abdul Haqq, dan Yahya Sayed Yusuf, termasuk yang ikut ditahan.
Menteri Dalam Negeri di Pemerintahan Keselamatan Suriah (SSG), Muhammad Abdul Rahman, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para tokoh dan aktivis telah mempraktekan terorisme intelektual. Mereka dianggap HTS telah memutarbalikkan fakta, menyeret wilayah tersebut ke dalam ketidakpastian, memecah belah kesatuan ummat, dan memicu perang saudara.
Oleh karena itu, Abdul Rahman menganggap para tokoh dan aktivis tersebut perlu diajukan kepada jaksa penuntut umum untuk dibawa ke lembaga peradilan yang berwenang.
Abdul Rahman juga menyebutkan bahwa tokoh-tokoh tersebut berperan penting dalam mendorong aksi bersenjata dan serangan bom, penghinaan, fitnah, pelecehan terhadap pejabat dan pegawai, serta menyebabkan terganggunya kerja institusi dalam banyak kesempatan.
Menyusul penangkapan para aktivis tersebut, Kelompok Gerakan Revolusioner di Idlib mengumumkan penghentian semua saluran komunikasi dan dialog denganHTS. Mereka juga menyerukan pembangkangan sipil damai yang komprehensif mulai Sabtu (25/5) pagi melalui beberapa langkah:
- Demonstrasi besar-besaran di seluruh Idlib dan aksi duduk yang dilakukan dengan mobil di jalan Idlib-Sarmada selama satu jam setiap harinya.
- Aksi duduk di bundaran utama dan Sarmada dan Hazano selama setengah jam setiap hari.
- Demonstrasi di perbatasan Bab al-Hawa dengan Turki.
- Pemogokan umum dan penutupan toko-toko di wilayah tersebut.
Menyikapi seruan itu, HTS mengerahkan pasukan militer dan keamanan di jalan-jalan utama dan bundaran serta kota-kota besar untuk mencegah demonstran mencapai pusat kota.
Kementerian Dalam Negeri SSG, payung politik HTS, juga mengerahkan pasukan keamanan yang berafiliasi dengan Administrasi Keamanan Umum dan mendirikan pos pemeriksaan di jalan Binnish-Idlib.
Pada tanggal 13 Mei, sejumlah elemen yang berafiliasi dengan HTS menyerang pengunjuk rasa dengan tongkat dan pentungan di Idlib, melepaskan tembakan ke udara, dan memindahkan tenda-tenda pengunjuk rasa.
Pada tanggal 17 Mei, elemen yang sama menyerang demonstran dengan pentungan di Jisr al-Shughour, melepaskan tembakan ke udara, menyerang demonstran di Binnish dengan batu dan gas air mata, dan berusaha menabrak demonstran dengan kendaraan militer.
Insiden ini ditanggapi dengan narasi berbeda dari HTS dan Salvation Government, yang mengklaim bahwa para pengunjuk rasa lah yang memulai penyerangan sehingga terpaksa harus dilakukan tindakan represif.
Aksi demonstrasi yang telah berjalan selama beberapa bulan ini memiliki tujuan untuk penggulingan pemimpin HTS, penghapusan Dinas Keamanan Umum HTS, pembebasan tahanan politik, dan penolakan monopoli pengambilan keputusan. (hanoum/arrahmah.id)