JAKARTA (Arrahmah.com) – Hizbut Tahrir Indonesia menolak Undang-Undang Pencegahan Pendanaan terorisme yang baru disahkan oleh DPR RI karena berpotensi memberangus lawan-lawan penguasa.
Hal itu dikatakan Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto kepada arrahmah.com, seusai talkshow Halqoh Islam dan Peradaban (HIP) Edisi 45, bertema bubarkan Densus 88 ?!, Rabu (13/2), di Aula Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta.
“HTI tidak sekedar menolak Undang-Undang tersebut. Tetapi, konteks terorisme itu sendiri sudah tidak betul” tegasnya sembari menjelaskan konteks tuduhan terorisme sengaja hanya ditujukan kepada Islam oleh barat.
Menurut Ismail, lahirnya UU Pendanaan Teroris akan memperkuat , dan memperkokoh jeratan atau jaring terhadap kelompok-kelompok Islam atau individu yang tidak disukai oleh penguasa melalui tuduhan telah melakukan tindakan terorisme. Sedangkan pada dasarnya, untuk berbicara tudingan pendanaan terorisme memerlukan perincian dan kriteria yang jelas terkait siapa, apa, dan benarkah dana tersebut ditujukan untuk terorisme.
“Kalau dulu yang kena adalah mereka yang berbuat, saat ini akan terkena orang yang memberikan dana dianggap engage (turut serta)dalam terorisme juga. Sedangkan, sebenarnya dana itu belum jelas untuk apa” ujarnya.
Padahal, lanjutnya, pendekatan isu terorisme itu sendiri bermasalah. Ia mengambil contoh, Ketika Hamas dituding sebagai kelompok terorisme, tidak pernah dilakukan klarifikasi oleh PBB apakah benar Hamas telah melakukan tindakan terorisme. Sementara itu, orang yang membantu Hamas dapat terjerat dalam tuduhan terorisme.
“Yang ada sekarang, pokoknya Hamas adalah teroris, itu yang tetap dipertahankan mereka. Makanya, ketika kita hendak menyumbang untuk Palestina melalui Hamas, kita bisa terjerat Undang-Undang ini, dan ini sangat berbahaya” jelas Ismail.
“Sementara itu, orang yang menyumbang untuk Israel tidak pernah dikatakan teroris, jadi terbalik-balik. ini dunia lama-lama makin sinting,” tambahnya.
Kata Ismail, Undang-Undang terorisme ataupun UU Pencegahan Pendanaan terorisme pada dasarnya lahir dari lanskape politik Indonesia. Dimana merupakan lanskape politik terjajah.
“kita tidak benar-benar berpolitik bebas aktif, seluruh kebijakan politik Indonesia mengacu kepada kepentingan politik global Amerika,” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)