JAKARTA (Arrahmah.com) – Satgas pornografi menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia tidak dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetapi yang dibutuhkan adalah presiden sendiri yang memimpin pemberantasan pornografi tersebut.
“Tidak diperlukan, kalaupun diperlukan dia yang seharusnya memimpin langsung pemberantasan tersebut,” kata Ismail Yusanto kepada arrahmah.com, Jakarta (14/3).
Ismail menjelaskan, presiden Indonesia terlalu sering membentuk lembaga-lembaga khusus, seperti satgas mafia hukum, satgas pornografi, dan dan lainnya. Sehingga membuat lembaga-lembaga yang ada di pemerintah tidak berjalan.
“Presiden kita terlalu sering dan senang mendirikan lembaga ad hoc. Ini menunjukkan institusi negara resmi menjadi tidak berfungsi,” ujarnya.
Padahal menurutnya, persoalan pornografi sudah jelas posisi dan penanganannya, cukup komitmen pemberantasan pornografi dijalankan oleh institusi yang ada di semua sektor sosial.
“Kalau bicara pornografi, kan sudah jelas. Jika di media sudah ada menkominfo, pornoaksi ada polisi, ada bupati, kepala daerah, camat. Dan, itu semua yang harus digerakkan,” tambah Ismail.
Sehingga, menurutnya kembali, pemberantasan pornografi dapat tertangani semuanya, karena penyebaran pornografi sangat luas, yang tidak mungkin hanya ditangani dan dikawal oleh sebuah satuan tugas (satgas).
“Masalahnya penyebaran pornografi cukup luas, dari pusat hingga daerah dan dari media cetak hingga elektronik, bahkan juga prilaku-prilaku porno. Jadi tidak mungkin, hanya dapat diselesaikan oleh sebuah satgas yang kekuatannya akan mengecil, namanya juga cuma satuan tugas,” tutur Ismail.
Ismail menilai, ada indikasi pembentukan satgas-satgas tersebut menjadi upaya melepas tanggung jawab selaku kepala negara untuk menangani persoalan bangsa dan Negara. (bilal/arrahmah.com)