JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto membantah jika kenaikan harga BBM melalui penarikan subsidi tidak merugikan masyarakat, justru menurutnya respon pemerintah dengan memberikan bantuan langsung tunai indikasi adanya kerugian yang akan diderita oleh masyarakat.
“Kalau tidak membenani mengapa rakyat protes, menggerutu, dan mengapa pemerintah memberi BLT dan sumbangan pendidikan? Kalau tidak salah itu ada 4 paket bantuan. Itu semua diberikan, karena pemerintah sadar betul, kenaikan BBM membebani rakyat, Jangan dibalik seperti itu”Kata Ismail kepada arrahmah.com, Rabu sore, Depok (8/3).
BLT menurut Ismail bukanlah solusi efektif yang untuk mengatasi problem kenaikan BBM, karena dampak yang ditimbulkan kenaikan BBM akan meluas kepada sector lainnya.
” BLT hanya 3 bulan, Raskin juga diperpanjang jadi 1 tahun.tapi setelah tahun itu bagaimana?” tukasnya
Ironisnya, sasaran bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah belum tepat sasaran, menurut analisa dia, Rakyat yang akan diberikan bantuan hanyalah mereka yang masuk dalam kategori garis kemiskinan yang dibuat oleh Bappenas. Sementara, banyak yang diambang batas yang tidak masuk dalam kategori dan sasaran penerimaan bantuan, baik bantuan pendidikan, BLT, dan lain sebagainya yang sangat menderita.
“Mereka kondisinya kaya bukan, dianggap miskin tidak oleh pemerintah. Kalau kita percaya garis yang ditetapkan oleh world bank itu ada sekitar 109 juta, jika dikurangi 39 juta sekitar ada 70 juta yang tidak mendapat subsidi.”papar Ismail.
Ia pun membantah bahwa kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah sebagai upaya mengurangi beban APBN akibat tersedot oleh subsidi.
“Data telah menunjukkan, bahwa APBN kita disedot bukan oleh subsidi, tetapi oleh pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sekitar 250 triliyun tahun ini, Itu yang banyak.Jadi kalau APBN kita itu 1400 triliyun, itu untuk subsidi sekitar 60 triliyun.”tuturnya.
Tindakan pemerintah dalam menarik subsidi BBM dinilainya tidak lebih karena paksaan system ekonomi pasar, untuk menyesuaikan harga BBM sdengan harga keeonomian internasional, yang dulu pernah dilakukan, namun ketika ada kepentingan pencitraan politik harga diturunkan kembali..
“Yang mendorong pemerintah adalah liberalisasi, yang mendorong migas untuk sejajar dengan harga intenasional dari Rp.4500 didorong menjadi Rp.6000, nanti didorong lagi, menjadi sekitar Rp.8000-hingga Rp.9000.”ungkap Ismail.
Jalan keluar dari situasi seperti ini menurutnya, masyarakat dan pemerintah harus memahami bahaya dari system kapiltalis, serta mempunyai efek yang sangat merusak. Sehingga pemerintah meninggalkan system tersebut. Lalu mengambil system syari’ah sebagai solusi semua permasalahan ekonomi.
“Sejak lama Hizbut Tahrir mengajak kembali kepada syari’ah, karena dengan system Syari’ah itu sangat jelas, bahwa kekayaan alam, bumi dan isinya, itu milik kepentingan rakyat banyak” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)