Oleh: Rahmat Abu Zaki
(Analis di Pusat Kajian Data dan Analisis-PKDA)
(Arrahmah.com) – Pasca pengumuman Menkopolhukam Wiranto pada hari Senin (8/5/2017),terkait wacana pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara hukum, diberbagai media masa HTI menjadi pembicaraan hangat. Perbincangan “HTI dan Khilafah” tidak hanya terjadi di media elektronik, media masa, ataupun media sosial, namun sudah menyebar ke seantero bumi Indonesia. Di warung-warung kopi, warteg, alun-alun, pasar, pertokoan, perkantoran, dan diberbagai tempat lainnya. Mulai dari remaja, anak sekolah, mahasiswa, guru, petani, nelayan,ibu-ibu rumah tangga, hingga para pengusaha juga membahas “HTI dan Khilafah”.
Memang Benar, pasca Konferensi Khilafah Internasional 12 Agustus 2007, 10 tahun yang lalu menurut penilaian penulis, Hizbut Tahrir Indonesia menjadi perbincangan khalayak ramai terutama dari kalangan intelektual dan tokoh masyarakat, termasuk diantaranya para Ustadz, Kyai dan pimpinan pondok pesantren. Hizbut Tahrir Indonesia bagaikan magnet yang mampu menarik perhatian semua lapisan masyarakat, baik masyarakat umum ataupun yang berpendidikan, dari pelosok desa hingga perkotaan. Ibarat makanan, Hizbut Tahrir Indonesia menawarkan menu alternatif yang “berbeda”, sehingga banyak yang mencoba dan akhirnya menjadi “Penggemar Berat” makanan tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan Prof. Dr. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat pada pengantar buku Khilafah Jalan Menuju Kaffah oleh M.Ismail Yusanto. Beliau menyampaikan, “Harus kita akui bahwa Hizbut Tahrir telah berubah menjadi salah satu organisasi yang diperhitungkan di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari konsistensi Hizbut Tahrir dalam menyampaikan ide-idenya di tengah masyarakat. Meski sebagian ide dakwahnya, khususnya mengenai konsep negara, masih terasa asing di Indonesia, Hizbut Tahrir terus menyuarakan ide tersebut. Mereka cukup lihai mengemas ide khilafah ini dalam berbagai bentuk. Selain itu, konsep-konsep yang ditawarkan Hizbut Tahrir pun cukup pas dengan kondisi kekinian yang dihadapi negeri ini. Misalnya dalam kasus migas, pornografi dan pornoaksi, intervensi asing, penodaan agama, ketidakadilan dan kezaliman, liberalisme dan pluralisme”.
Prof. Dr. Din Syamsuddin juga menjelaskan, “Satu hal lagi, ide dan konsep Hizbut Tahrir ini disampaikan dengan santun dan intelek. Ini saya kira yang menempatkan Hizbut Tahrir punya tempat sendiri dalam kacamata pengamat gerakan Islam dan masyarakat”.
Demikian juga yang disampaikan oleh Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pada hari Kamis, 11 Mei 2017 di Jawa Pos, “Saya juga kenal banyak anggota kelompok Hizbut Tahrir. Anggota kelompok ini umumnya muda, terpelajar, berpakaian rapi, necis, banyak yang pakai dasi, dan menggunakan bendera bertulisan Arab. Bunyinya, Lailahaillallah Muhammadarrasulullah. Artinya :” Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah.”.
Dahlan Iskan menjelaskan, “Saya belum pernah mendengar ada kekerasan yang dilakukan HTI. Apalagi kerusuhan. Maafkan kalau salah. Salah satu hobi HTI adalah demo. Bukan main rajinnya berdemo. Dengan benderanya yang bertulisan Arab itu. Tapi, demonya selalu rapi. Tertib. Dan terkontrol. Sering pula membawa tali panjang. Untuk menjaga agar peserta demonya tidak keluar dari barisan. Ada tujuan lain. Agar tidak ada penyusup ke barisan.”
Dalam pandangan Dahlan Iskan, Hizbut Tahrir bukanlah organisasi masa yang identik dengan kekerasan,”Saya melihat HTI saat ini tidak berbahaya. Ide besar HTI akan kalah oleh ide demokrasi. Kalah telak. Sepanjang demokrasi bisa membuat rakyat sejahtera. Sepanjang demokrasi bisa membuat hukum tidak jadi alat politik semata.”
Fenomena Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1953 di Al-Quds, Baitul Maqdis,Palestina. Organisasi ini didirikan oleh Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani, seorang ulama lulusan Mesir, dan pernah menjadi hakim di Makamah Syariah Palestina. Syaikh An-Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayah beliau sendiri, seorang syaikh faqih fid din. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah yang diperoleh dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani. Beliau ini seorang qadli, penyair, sastrawan dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.
Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.
Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT:
“Dan Hendaklah ada di antara kalian sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung“. (QS. Ali Imran: 104).
Permasalahan Kaum Muslimin Di Dunia Tidak Dapat Di Selesaikan Dengan Baik Tanpa Adanya Persatuan Dan Kesatuan.
Dalam pandangan penulis, Hizbut Tahrir menarik perhatian masyarakat karena keberhasilannya dalam menawarkan gagasan-gagasannya yang “Fresh” sehingga berbeda dengan gerakan dakwah yang lain. Paling tidak ada tiga perbedaan yaitu :
Pertama, menyangkut tujuan. Hizbut Tahrir adalah gerakan atau jamaah yang bertujuan untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam, yakni terwujudnya masyarakat Islam dimana didalamnya diterapkan Syariah secara kaffah dibawah naungan daulah Khilafah. Menyangkut syariah, tentu tidak hanya Hizbut Tahrir yang memperjuangkan, tapi untuk Khilafah, tampaknya hanya Hizbut Tahrir yang tegas dan terbuka serta konsisten menyatakan berjuang bagi tegaknya payung dunia Islam itu dari sejak berdirinya hingga sekarang. Bukan hanya secara lisan, kesiapan Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan Khilafah juga ditunjukkan melalui fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang diadopsinya.
Kedua, menyangkut ide atau gagasan. Bahwa Hizbut Tahrir memiliki tsaqofah mutabannat yang memuat pendapat, pemikiran, dan hukum-hukum tentang berbagai hal yang menyangkut masalah aqidah, syariah, syakhsiyah, tsaqofah, sistem politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, dan sebagainya yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir Indonesia, dan kemudian dijadikan rujukan oleh seluruh anggota Hizbut Tahrir dimanapun berada sehingga mereka memiliki cara pandang yang sama tentang berbagai hal yang diadopsi tadi.
Ketiga, Karakter dakwah Hizbut Tahrir. Bahwa Hizbut Tahrir dalam dakwahnya mengedepankan 3 karakter yang menonjol yang berbeda dengan jamaah lain.
a) Dakwah fikriyah, artinya dakwah Hizbut Tahrir Indonesia mengedepankan perubahan melalui pemikiran, mendobrak segala bentuk pemikiran non Islam dirubah menjadi pemikiran yang digali dari Islam.
b) Dakwah Siyasiyah,adalah dakwah politis karena akar masalah umat ujungnya persoalan politik. Oleh karena itu umat Islam harus melek politik, melalui pembinaan-pembinaan yang intensif
c) La Maddiyah, bahwa dakwah Hizbut Tahrir dilakukan non fisik dan tanpa kekerasan. Dalam pandangan Hizbut Tahrir perubahan itu akan terjadi ketika umat menyadari melalui proses berfikir.
Itulah beberapa gagasan Hizbut Tahrir Indonesia, sehingga dalam waktu yang relatif cepat menjadi ormas besar, bahkan dicintai dan dinanti Umat.
Wallahu a’lam bisshawab.
(*/arrahmah.com)