NEW YORK (Arrahmah.com) – Human Rights Watch (HRW) mengumumkan pada hari Jumat (17/4/2020) bahwa persidangan massal terhadap 68 warga Yordania dan Palestina yang ditahan oleh Arab Saudi menimbulkan keprihatinan serius tentang proses hukum, di tengah tuduhan melakukan pelanggaran terhadap para tahanan.
Pada bulan Maret 2018, pihak berwenang Saudi melakukan kampanye penangkapan yang menargetkan sekelompok warga Palestina dan Yordania yang telah lama tinggal di kerajaan itu, berdasarkan tuduhan yang tidak jelas yakni mendukung “entitas teroris” yang tidak disebutkan namanya.
Setelah beberapa tahanan ditahan selama hampir dua tahun tanpa didakwa atas kejahatan apa pun, pihak berwenang Saudi memulai persidangan massal secara tertutup pada 8 Maret 2020, di Pengadilan Kriminal Khusus di Riyadh.
Organisasi hak asasi manusia internasional ini mengutip anggota keluarga beberapa tahanan, yang melihat sebagian dakwaan, yang menyatakan bahwa dakwaan itu termasuk “bergabung dengan entitas teroris” dan “membantu entitas teroris”, yang namanya tidak disebutkan.
Keluarga para tahanan memastikan bahwa mereka tidak dapat memperoleh rincian tambahan tentang tuduhan atau bukti spesifik dari dakwaan pidana yang diajukan oleh otoritas Saudi selama sesi pertama persidangan.
Michael Page, wakil direktur divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di HRW, mengkonfirmasi bahwa: “Catatan pengadilan tidak adil Arab Saudi yang meningkat menimbulkan kecurigaan bahwa para terdakwa Yordania dan Palestina akan menghadapi tuduhan palsu yang dibuat-buat dan hukuman yang keras.”
Page melanjutkan: “Beberapa tahanan mengklaim bahwa mereka mengalami pelanggaran serius pada saat pandemi coronavirus menimbulkan ancaman kesehatan yang parah bagi para tahanan,” menekankan bahwa: “Arab Saudi harus mempertimbangkan alternatif untuk penahanan, terutama bagi mereka yang berada dalam penahanan pra-persidangan.”
HRW berbicara dengan enam anggota keluarga dari tujuh terdakwa, yang semuanya berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan terhadap mereka atau kerabat mereka yang dipenjara.
Kerabat tahanan menyatakan bahwa pasukan keamanan Saudi menangkap lima terdakwa selama penggerebekan di rumah mereka mulai tahun 2018, dan menahan dua orang lainnya di bandara ketika berusaha meninggalkan negara itu.
Keluarga terdakwa merujuk pada serangkaian pelanggaran yang telah dilakukan pihak berwenang Saudi terhadap para terdakwa setelah penangkapan mereka, termasuk penghilangan paksa, pengurungan, dan penyiksaan yang berkepanjangan.
Dua kerabat melaporkan bahwa mereka hadir selama penggerebekan rumah yang dilakukan oleh pasukan keamanan pada bulan Februari dan April 2019, yang menyatakan bahwa: “Sejumlah besar pasukan keamanan menyerbu rumah-rumah itu dengan mengenakan topeng dan membawa senapan dan kamera, seolah-olah mereka akan melakukan semacam pertempuran.”
Keluarga para tahanan juga menyampaikan bahwa, “Pasukan keamanan Saudi ada di sana ketika anak-anak kami kembali dari sekolah. Seorang anak berusia 14 tahun, setelah kembali, menjadi sasaran interogasi, dan penyelidik itu dipersenjatai dengan pistol.”
Kerabat lainnya mencatat bahwa putrinya yang berusia 9 tahun menangis karena takut melihat cara pasukan keamanan mengepung rumah dan cara mereka memandang. “Saya harus mengatakan kepadanya bahwa mereka sedang mencari pencuri.”
Dalam kasus lain, salah satu kerabat tahanan mengungkapkan bahwa pada malam penangkapan, sekitar jam 4 pagi, empat pria berpakaian sipil mengetuk pintu, mengatakan bahwa mobil kerabatnya telah rusak.
Dia menambahkan: “Ketika (terdakwa) datang untuk berbicara dengan mereka, mereka memperkenalkan diri sebagai petugas Dinas Keamanan Negara. Mereka mengatakan kepadanya bahwa dia harus ikut dengan mereka dan dia akan kembali setelah beberapa jam. Pihak berwenang menolak selama tiga bulan untuk memberi tahu keluarganya tentang keberadaannya.”
Keenam anggota keluarga memberi tahu bahwa mereka tidak dapat mengetahui situasi atau keberadaan kerabat mereka yang ditahan hingga enam bulan.
Beberapa menekankan bahwa anggota keluarga telah mengunjungi berbagai penjara, tetapi pihak berwenang membantah keberadaan kerabat mereka di sana, beberapa di antaranya kemudian menemukan bahwa kerabat mereka berada di penjara tersebut.
Penghilangan paksa didefinisikan di bawah hukum internasional sebagai penangkapan atau penahanan seseorang oleh pejabat negara atau agen mereka, diikuti oleh penolakan untuk mengakui perampasan kebebasan, atau untuk mengungkapkan nasib atau keberadaan orang tersebut.
Beberapa anggota keluarga menyatakan bahwa kerabat mereka memberi tahu mereka bahwa mereka ditahan tanpa komunikasi antara dua sampai enam bulan, dan kemudian dipindahkan ke sel kelompok. Pihak berwenang kemudian mengizinkan kunjungan dan panggilan telepon untuk mereka.
Salah satu terdakwa, yang ditangkap pada bulan April 2019 dan ditahan di sel isolasi selama tiga bulan, mengatakan kepada keluarganya selama kunjungan pertama mereka pada bulan Juli, bahwa pihak berwenang menginterogasinya selama waktu itu hanya tiga kali, untuk jangka waktu 20 menit setiap kalinya.
Tiga anggota keluarga mengungkapkan bahwa kerabat mereka memberi tahu mereka selama kunjungan penjara bahwa pihak berwenang telah menyiksa mereka selama interogasi. Salah satu anggota keluarga mengkonfirmasi bahwa setelah kerabat mereka ditahan selama 23 hari, mereka diizinkan menerima kunjungan keluarga, tetapi setelah itu, komunikasi di antara mereka terhenti selama dua bulan.
Tahanan itu akhirnya dapat memberi tahu keluarganya bahwa dia telah disiksa di berbagai tempat, termasuk kamar hotel dan lokasi bawah tanah. “Mereka membangunkannya pada jam 5 pagi, menaruh kepalanya di air panas. Kadang-kadang, mereka akan membiarkannya tergantung terbalik selama dua hari,” kerabat orang tersebut menjelaskan.
Kerabat itu menunjukkan bahwa pihak berwenang menangguhkan panggilan telepon dan kunjungan tiga terdakwa pada Agustus 2019 tanpa penjelasan. Yang lain mengkonfirmasi bahwa panggilan telepon biasanya dibatasi dua atau lima menit.
HRW mengutip seorang saksi yang menghadiri sesi persidangan masal 8 Maret yang menyatakan bahwa hakim memasuki ruang sidang pada pukul 11:30 pagi dan pergi pada pukul 11:50 pagi.
Saksi juga mengungkapkan bahwa pihak berwenang menghadirkan para terdakwa kepada hakim, yang menanyakan apakah mereka bersalah. Baru pada saat itulah mereka memberikan kepada mereka salinan sebagian dari dakwaan mereka yang tidak termasuk bukti atau dasar dakwaan.
HRW tidak dapat memperoleh salinan dakwaan, tetapi kerabat mengkonfirmasi bahwa dokumen dakwaan surat dakwaan tersebut mengutip Pasal 32, 33, 38, 43, 47, dan 53 dari sistem kontra-terorisme Saudi, yang semuanya memberikan hukuman bagi keterlibatan dengan entitas teroris.
“Sistem anti-terorisme Saudi 2017 dan pendanaannya mencakup definisi tindakan teroris yang sangat kabur dan luas, yang dapat dihukum dengan hukuman mati dalam beberapa kasus,” kata organisasi itu. (Althaf/arrahmah.com)