BELANDA (Arrahmah.com) – Human Rights Watch (HRW) menuntut Prancis membuka penyelidikan atas serangan udara Mali yang menurut penduduk setempat menargetkan resepsi pernikahan warga sipil.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh pengawas hak asasi, dilansir Middle East Monitor (22/1/2021), penduduk mengklaim serangan udara Prancis 3 Januari telah menghantam pesta pernikahan di desa Bounti dan menewaskan 19 orang warga sipil.
Prancis menolak tuduhan itu, dan mengklaim bahwa serangan udara mereka di daerah tersebut menyebabkan kematian 40 pria dewasa, yang di antaranya adalah 30 orang militan Islam.
“Tuduhan serius bahwa ada warga sipil yang tewas dalam serangan udara perlu segera diselidiki untuk menentukan legalitas serangan di bawah hukum perang,” kata Jonathan Pedneault, peneliti krisis dan konflik di HRW.
Jonathan menambahkan bahwa otoritas Mali dan Prancis memiliki kewajiban menurut hukum internasional untuk memastikan bahwa penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan tidak memihak.
HRW telah mendesak Prancis untuk bekerja sama dalam penyelidikan yang dibuka oleh Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB ke Mali (MINUSMA) dan pejabat kementerian pertahanan Mali.
Pada 10 Januari, Menteri Angkatan Darat Prancis Florence Parly membantah tuduhan tersebut dalam sebuah wawancara dengan Inter Prancis.
Parly mengatakan dia secara pribadi telah memverifikasi bahwa tidak ada pernikahan, tidak ada wanita, dan tidak ada anak-anak di lokasi serangan udara.
Militer Prancis mengatakan bahwa pasukan yang terlibat dalam Operasi Barkhane melakukan serangan setelah operasi intelijen yang lama.
Namun, pernyataan itu mengakui bahwa target tersebut baru diidentifikasi satu jam sebelum diserang ketika sebuah drone mendeteksi sebuah sepeda motor dengan dua individu bergabung dengan kelompok yang lebih besar.
Tiga warga Bounti mengatakan kepada HRW bahwa pernikahan telah direncanakan lebih dari sebulan sebelumnya sehingga banyak orang dari kota dan desa lain hadir ke sana.
“Tiba-tiba, kami mendengar suara jet, dan semuanya terjadi dengan cepat,” kata seorang warga Bounti yang berusia 68 tahun.
“Saya mendengar ledakan yang kuat dan kemudian ledakan lain. Saya kehilangan kesadaran selama beberapa menit dan ketika saya bangun, kaki saya berdarah karena pecahan peluru, dan di sekitar saya terluka dan mayat.”
Salah satu warga mengatakan kepada HRW bahwa dia mengharapkan penyelidikan dan perlindungan menyeluruh agar tidak menjadi sasaran di masa depan.
HRW pun meminta agar pemerintah Prancis memberi kompensasi kepada para korban sipil dan kerabat mereka, jika serangan itu terbukti melanggar hukum. (Hanoum/Arrahmah.com)