MARKA (Arrahmah.com) – Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menuntut penyelidikan independen terhadap insiden pembunuhan enam warga sipil di sebuah pesta pernikahan di Somalia oleh pasukan Uni Afrika dari Uganda.
Saksi mengatakan kepada kelompok ham yang berbasis di AS bahwa laki-laki dan perempuran dipisahkan selama perayaan yang digelar pada 31 Juli lalu dan menembak mati beberapa orang.
Insiden ini terjadi tak lama setelah serangan bom terhadap konvoy yang membawa pasukan “penjaga perdamaian” Uganda yang melintasi kota pelabuhan Marka.
Menurut sebuah pernyataan yang dirilis pada Jum’at (14/8/2015), saksi mengatakan kepada HRW bahwa pasukan Uganda kemudian memasuki beberapa rumah di dekat lokasi pesta di kawasan Rusiya, kota Marka.
“Pada satu rumah, di mana keluarga Moalim Idey merayakan pernikahan, tentara memisahkan laki-laki dan perempuan dan menembak enam orang lelaki dewasa-empat bersaudara, ayah mereka dan paman mereka,” ujar laporan seperti dilansir Al Jazeera.
Uni Afrika di Somalia (AMISOM) mengklaim bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk mengatasi tuduhan terhadap pasukannya.
“Mengingat komitmen kami untuk ‘menegakkan’ kewajiban hak asasi manusia dalam melakukan operasi kami, sebagai respon terhadap tuduhan yang keluar dari Marka, dan sejalan dengan prosedur administrasi, petugas yang bertanggung jawab dari detasemen pasukan di Marka telah ditarik untuk ditanyai sebagai awal penyelidikan lebih lanjut,” klaim AMISOM dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 4 Agustus lalu.
HRW mengatakan pemerintah Uganda harus mengadili tentara yang bertanggung jawab untuk tindak pidana.
Tuduhan serupa bukan pertama kalinya dialamatkan kepada pasukan yang mengklaim menjaga perdamaian di Somalia (AMISOM).
Laetitia Bader, seorang peneliti HRW di negara tanduk Afrika mengatakan kepada Al Jazeera bahwa di masa lalu investigasi AMISOM hanya bergantung pada sumber-sumber internal.
“Untuk ini (investigasi) agar benar-benar dapat dipercaya, mereka harus berbicara dengan saksi mata, dengan beberapa korban yang kami telah berbicara kepadanya,” ujar Bader.
Sebelumnya pada bulan Juli, penduduk setempat dan petugas kesehatan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa setidaknya 24 warga sipil telah tewas di Marka setelah pasukan AMISOM menembaki warga tak bersenjata.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di situsnya, AMISOM membantah tuduhan itu dan mengklaim bahwa mereka tidak menewaskan warga sipil melainkan pejuang Asy-Syabaab dalam “baku tembak”.
Tahun lalu, tentara AMISOM juga menembaki warga saat melakukan unjuk rasa di Marka. Melukai sedikitnya enam orang dan merusak puluhan properti.
Saat ini sekitar 22.000 tentara dari Burundi, Uganda, Kenya, Ethiopia dan Djibouti berada di Somalia untuk memerangi Mujahidin Asy-Syabaab dan mempertahankan pemerintahan lemah Somalia. (haninmazaya/arrahmah.com)