WASHINGTON (Arrahmah.com) – Human Rights Watch telah mengangkat peringatan mengenai bom cluster yang masih bertebaran di wilayah Irak sisa-sisa pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat selama perang Teluk Persia.
HRW mengatakan selama tahun 1991 dan 2003, Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris menjatuhkan lebih dari 61.000 bom cluster di tanah Irak.
Kelompok ini menyebutkan bahwa jumlah bom cluster yang belum meledak ternyata sangat banyak di Irak, dan menunjukkan bahwa wilayah Irak terancam bahaya bom cluster yang bertebaran di kota-kota, lahan pertanian dan pada jalan utama di seluruh Irak.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa jutaan orang dewasa dan anak-anak Irak, sebagaimana halnya pekerja bantuan kemanusiaan, pekerja PBB, dan personil militer beresiko terkena ledakan yang bisa kapan saja terjadi.
Pada tahun 2003 saja, AS dan Inggris menggunakan hampir 13.000 gulungan bom cluster yang berisi sekitar dua juta sub-amunisi selama tiga minggu pertempuran besar-besaran. Pembeberan baru ini menimbulkan pertanyaan baru bagi mantan presiden AS George Bush dan mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, yang bersikeras bahwa pasca-konflik Irak akan menjadi tempat yang lebih aman daripada ketika masih ada di bawah kekuasaan Saddam Hussein.
Berbagai macam lembaga bantuan mengatakan bahwa ratusan warga sipil Irak telah cacat setelah menyentuh bom cluster yang tidak meledak. Para korban seringkali anak-anak kecil yang tanpa sadar membawa-bawa logam berharga menyelubungi bahan peledak.
Sebanyak 103 negara telah menandatangani konvensi larangan penggunaan bom cluster, tapi hanya Washington yang belum menandatangani.
Desakan internasional mengenai hal ini semakin jelas setelah perang Israel terhadap Libanon pada tahun 2006. Militer Israel diyakini telah meninggalkan sejumlah besar amunisi cluster di Libanon yang berpotensi untuk terus membunuh dan melukai puluhan warga sipil setiap tahunnya. (althaf/prtv/arrahmah.com)