NEW YORK (Arrahmah.com) – Pemerintah Barat telah menutup mata terhadap penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia di Uzbekistan demi mempertahankan hubungan dengan negeri yang penting dalam mendukung perang NATO di Afghanistan.
Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York mengatakan Uzbekistan, sebuah republik bekas jajahan Soviet yang berpenduduk 28 juta orang, telah gagal untuk menepati janji untuk menghentikan penggunaan penyiksaan, termasuk sengatan listrik dan pembatasan oksigen, dalam sistem peradilan pidananya.
“Barat harus melek fakta bahwa Uzbekistan adalah salah satu negara dengan catatan hak asasi manusia terburuk,” kata Steve Swerdlow, peneliti HRW Uzbekistan.
“Hanya karena bersebelahan dengan Afghanistan, tidak harus menjadi legitimasi bagi Uzbekistan untuk juga memberlakukan penyiksaan dan penindasan,” lanjut Swerdlow.
Hubungan Uzbekistan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa memburuk pada tahun 2005 setelah tindakan keras pemerintah pada sebuah pemberontakan di kota timur Andizhan. Saksi mata mengatakan ratusan orang tewas ketika tentara menembaki kerumunan orang secara acak.
Karena kritik keras dari Barat mengenai pertumpahan darah dan pelanggaran hak asasi manusia sistematis di negara mayoritas Muslim ini, Uzbekistan mengusir pasukan AS dari pangkalan udara utama mereka.
Tapi Washington dan sekutu-sekutu utamanya kemudian bernegosiasi dengan pemerintah Uzbek, yang merupakan link yang penting dalam jalur pasokan ke pasukan NATO dalam memerangi Taliban di Afghanistan.
Presiden Islam Karimov (73) telah memerintah negara yang kaya sumber daya itu dengan tangan besi selama lebih dari 20 tahun. Dia membela sikap otoriternya dengan dalih untuk mencegah munculnya kelompok-kelompok Islam gaya Taliban.
Menlu AS, Hillary Clinton, mengunjungi Uzbekistan pada bulan Oktober untuk berterima kasih pada Karimov atas peran Uzbekistan dalam menjaga rute pasokan yang menjadi semakin penting karena hubungan AS dengan Pakistan memburuk.
Sementara itu, para pejabat Uzbekistan memilih acuh tak acuh mengomentari temuan HRW itu. (althaf/arrahmah.com)