JAKARTA (Arrahmah.com) – Penerbitan Peraturan Pemerintah (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menuai gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat, termasuk para peneliti yang tergabung dalam Himpunan Untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (HP2M).
Dalam rilisnya, HP2M menyebut penerbitan PERPPU 2 tahun 2017 ini telah mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi No 38/PUU-VII/2009 perihal 3 (tiga) syarat dalam penerbitan PERPPU, yakni (1) adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU, (2) Adanya Kekosongan Hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada atau tidak memadai, (3) Kekosongan Hukum tidak dapat diatasi dengan prosedur normal pembuatan UU. Jelas tidak ada kekosongan hukum saat ini terkait dengan kebutuhan pemerintah mengawasi Ormas, mekanisme demokratis membahas UU bersama DPR pun sangat terbuka.
HP2M menilai, PERPPU ini mengangkangi prinsip supremasi hukum, dan due process of law dengan menghilangkan proses peradilan sebagai jalur pembubaran ormas. Dimana pembahasan pentingnya Peradilan sebagai mekanisme diakui Pemerintah dan seluruh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta Publik dalam pembahasan UU 17 Tahun 2013.
Lebih lanjut HP2M menegaskan bahwa mekanisme kekuasan penuh serta sendirian oleh pemerintah untuk menilai, menindak dan bahkan membubarkan suatu ormas lewat PERPPU adalah cara-cara otoritarian yang sudah sangat tidak relevan dilakukan di negeri kita tercinta ini, serta akan memutar jarum jam sejarah ke belakang dan membuat kontraproduktif dalam penyelesaian masalah.
HP2M mengingatkan bahwa PERPPU tersebut sangat potensial untuk digunakan secara sewenang-wenang untuk membungkam lawan-lawan politik. Terlebih lagi, PERPPU ini melanggar hak asasi manusia terutama dalam hal kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul, sebagaimana diamanatkan Konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
PERPPU ini, ungkapnya, mengutamakan cara-cara pendekatan struktural, hard power, repressif yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan musyawarah, gotong royong, kemanusiaan dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, setelah melakukan pengkajian secara seksama, HP2M menyatakan menolak dengan tegas diterbitkannya PERPPU No. 2 Tahun 2017, serta mendesak kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo untuk mencabut atau menarik kembali PERPPU Perubahan UU Ormas karena hanya menambah kegaduhan.
Lembaga itu juga meminta kepada Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak mengesahkan PERPPU tersebut menjadi Undang-Undang.
Di akhir penyataan sikapnya itu, HP2M menyebut bahwa pihaknya mendukung pemerintah dalam upaya merawat kesatuan dan keutuhan NKRI, akan tetapi langkah-langkah yang diambil harus tetap mengedepankan asas keadilan dan berdasar Konstitusi dan Undang-Undang.
(ameera/arrahmah.com)