SANA’A (Arrahmah.id) – Kelompok Syiah Houtsi Yaman meluncurkan rudal-rudal ke arah kapal-kapal di Laut Merah pada Rabu (24/1/2024), namun dua rudal berhasil dicegat dan rudal ketiga meleset, kata Gedung Putih.
Pasukan AS dan Inggris melakukan dua putaran serangan gabungan yang bertujuan untuk mengurangi kemampuan Houtsi untuk menargetkan pengiriman, sementara Washington juga telah meluncurkan serangkaian serangan udara sepihak terhadap rudal yang siap ditembakkan -tetapi militan yang didukung Iran telah bersumpah untuk melanjutkan serangan mereka.
“Ada tiga rudal Houtsi yang ditembakkan ke dua kapal dagang di Laut Merah bagian selatan, satu rudal meleset dan dua lainnya ditembak jatuh oleh kapal perusak Angkatan Laut AS,” kalim juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby, seperti dilansir AFP.
“Ini jelas menggarisbawahi bahwa Houtsi masih berniat untuk melakukan serangan-serangan ini, yang berarti kami masih harus melakukan apa yang harus kami lakukan untuk melindungi pelayaran tersebut.”
Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan bahwa rudal-rudal tersebut ditembakkan “ke arah kapal kontainer berbendera, dimiliki, dan dioperasikan oleh AS, M/V Maersk Detroit,” tetapi tidak menyebutkan kapal kedua yang menjadi target.
“Tidak ada korban luka atau kerusakan pada kapal tersebut,” kata CENTCOM dalam sebuah pernyataan.
Houtsi mulai menyerang pelayaran Laut Merah pada November, dengan mengatakan bahwa mereka menyerang kapal-kapal yang terkait dengan “Israel” untuk mendukung warga Palestina di Gaza, yang telah dilanda perang Israel-Hamas.
Militan Yaman sejak itu menyatakan bahwa kepentingan AS dan Inggris juga merupakan target yang sah.
Juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Pat Ryder, mengatakan pada Selasa bahwa sudah beberapa hari berlalu sejak serangan terakhir Houtsi, namun ia mencatat bahwa “mereka masih memiliki kemampuan” dan “tidak menutup kemungkinan akan ada serangan tambahan.”
Selain tindakan militer, Washington berusaha untuk memberikan tekanan diplomatik dan finansial kepada Houtsi, dengan menetapkan mereka sebagai organisasi teroris pekan lalu setelah sebelumnya mencabut label tersebut segera setelah Presiden Joe Biden menjabat. (haninmazaya/arrahmah.id)