SANA’A (Arrahmah.id) – Pemberontak Houtsi Yaman telah berjanji untuk terus menyerang pelabuhan di daerah yang dikuasai oleh pemerintah yang diakui secara internasional yang didukung Saudi untuk mencegah ekspor minyak Yaman.
Kepala Dewan Politik Tertinggi Houtsi Mahdi Al-Mashat membuat komentar dalam pidato pada 30 November untuk memperingati Hari Kemerdekaan Yaman dari Inggris.
“Kami memperbarui posisi tegas kami untuk melindungi kemampuan rakyat dan mencegah penjarahan kekayaan minyak dan gas mereka,” kata al-Mashat, menyebut ekspor energi sebagai “jarahan”.
Pasukan Houtsi telah melakukan banyak serangan di pelabuhan yang dikendalikan pemerintah untuk mencegah minyak dan gas diekspor ke luar negeri.
Pada Rabu pekan lalu (23/11), Houthi melancarkan serangan pesawat tak berawak di pelabuhan Qena di provinsi Shabwa, menurut juru bicara militer kelompok itu, yang mengatakan operasi itu “menggagalkan upaya untuk menjarah” minyak Yaman dengan mencegah sebuah kapal berlabuh.
Amerika Serikat awal pekan ini menyerukan Houtsi untuk menghentikan serangan mereka di pelabuhan negara itu tetapi kelompok itu mengabaikan seruan itu.
“Pada saat kritis ini, kami mengingatkan Houtsi bahwa Yaman menyerukan perdamaian, bukan kembali berperang. Untuk itu, kami menyerukan Houtsi untuk segera menghentikan serangan mereka ke pelabuhan Yaman, yang mengganggu aliran barang yang sangat dibutuhkan dan memperburuk penderitaan di seluruh Yaman,” kata Departemen Luar Negeri AS, Senin (28/11).
Utusan khusus AS Tim Lenderking sedang dalam kunjungan ke Oman dan Arab Saudi untuk mendukung upaya perdamaian di Yaman.
Perang di Yaman telah menghancurkan negara itu, membuat jutaan orang berisiko kelaparan dalam bencana kemanusiaan terburuk di dunia, menurut PBB.
Perang Yaman dimulai pada 2014 ketika pemberontak Houtsi merebut ibu kota Sanaa.
Tahun berikutnya, koalisi yang dipimpin Saudi campur tangan untuk mendukung pemerintah yang diakui secara internasional. Houtsi didukung oleh Iran, saingan terbesar Riyadh di wilayah tersebut.
Perang sejak itu berubah menjadi konflik multi-segi dan kompleks dengan semua pihak dituduh melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia. (zarahamala/arrahmah.id)