KYOTO (Arrahmah.id) – Sebuah hotel di Kyoto, Jepang, meminta seorang turis asal ‘Israel’ untuk menandatangani surat pernyataan bahwa ia tidak pernah melakukan kejahatan perang selama dinas militernya, sebelum diizinkan untuk check-in. Hal ini dilaporkan oleh surat kabar ‘Israel’ Yedioth Ahronoth pada Sabtu (26/4/2025).
Turis tersebut menjelaskan bahwa insiden ini terjadi setelah ia menunjukkan paspor ‘Israel’ di meja resepsionis hotel.
“Petugas resepsionis memberikan saya formulir ini dan mengatakan bahwa tanpa menandatanganinya, saya tidak akan diperbolehkan check-in,” ujar pria tersebut, yang diketahui pernah bertugas sebagai medis tempur di Angkatan Laut cadangan ‘Israel’.
Menurut keterangan pria itu, formulir tersebut memintanya untuk menyatakan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam kejahatan perang, termasuk pemerkosaan, pembunuhan terhadap mereka yang telah menyerah, atau serangan terhadap warga sipil.
Meski awalnya menolak, ia akhirnya menandatangani formulir tersebut setelah petugas hotel menjelaskan bahwa tamu asal ‘Israel’ dan Rusia sama-sama dikenai persyaratan ini.
Isi pernyataan dalam formulir itu berbunyi:
“Saya tidak pernah terlibat dalam kejahatan perang yang melanggar hukum internasional dan hukum humaniter, termasuk namun tidak terbatas pada: serangan terhadap warga sipil (anak-anak, perempuan, dll), pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap orang yang telah menyerah atau menjadi tawanan perang, penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, kekerasan seksual, pengusiran paksa, penjarahan, serta tindakan lain yang termasuk dalam Pasal 8 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (ICC).”
Formulir itu juga menambahkan:
“Saya tidak pernah merencanakan, memerintahkan, membantu, mendorong, atau menghasut terjadinya kejahatan perang, dan saya tidak pernah terlibat dalam tindakan tersebut. Saya berjanji akan terus mematuhi hukum internasional dan hukum humaniter serta tidak akan pernah terlibat dalam kejahatan perang dalam bentuk apa pun.”
Menanggapi kejadian ini, Duta Besar ‘Israel’ untuk Jepang, Gilad Cohen, mengirim surat kepada Gubernur Kyoto, Takatoshi Nishiwaki, yang menyatakan bahwa praktik seperti ini tidak dapat diterima.
Namun, dalam wawancara dengan Yedioth Ahronoth, manajer hotel membela kebijakan tersebut dan mengatakan,
“Bagi kami, perang adalah sesuatu yang jauh dari kehidupan kami. Kami tidak pernah bertemu orang-orang yang membunuh perempuan dan anak-anak serta mengebom sekolah.”
Surat kabar itu juga melaporkan bahwa insiden serupa pernah terjadi di hotel lain di Kyoto pada Juni tahun lalu. (zarahamala/arrahmah.id)