JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membiarkan pengaktifan calling visa untuk Israel.
HNW menilai ini sebagai bagian dari soft diplomasi untuk normalisasi hubungan politik dengan Israel.
HNW menegaskan, Indonesia dan Israel tidak ada hubungan diplomatik, apalagi sebelumnya, Presiden Jokowi telah menyatakan secara terbuka untuk memboikot Israel sebagai bentuk dukungan atas perjuangan Palestina.
“Pada 2016 lalu, Presiden Jokowi secara heroik menyerukan dan mengajak negara-negara muslim di KTT Organisasi Kerja Sama Islam untuk memboikot Israel. Seharusnya seruan ini yang sungguh-sungguh diperjuangkan dan diimplementasikan pemerintah RI, bukan malah mengaktifkan calling visa untuk Israel,” kata Hidayat melalui keterangan tertulis, Kamis (26/11/2020).
HNW khawatir pengaktifan kembali calling visa Israel ini bisa berlanjut kepada normalisasi hubungan dan pembukaan hubungan diplomatik antar Indonesia dan Israel. Padahal sejak zaman Presiden Sukarno sudah ditolak.
“Bung Karno pernah menegaskan bahwa selama Israel masih menjajah Palestina, maka selama itu juga Indonesia tidak membuka hubungan dengan Israel,” ungkap HNW.
HNW menuturkan, pernyataan Presiden Sukarno kala itu sangat bisa dipahami, karena jika mengacu pada amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, disebutkan kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan, faktanya Israel masih terus menjajah Palestina,” lanjut dia.
HNI juga mengingatkan, Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa Indonesia masih punya utang, yaitu kemerdekaan Palestina. Lantaran saat di KTT Asia Afrika di Bandung pada 1995, semua negara yang diundang sudah merdeka, kecuali Palestina.
“Itu yang mestinya diseriusi pemerintah. Indonesia bahkan perlu memaksimalkan usaha itu baik dalam posisinya sebagai Anggota tidak tetap di DK PBB, maupun sebagai anggota Dewan HAM, dan tidak malah membuka celah sebaliknya, dengan izinkan calling visa Israel. Presiden Jokowi perlu segera diperintahkan Dirjen Imigrasi untuk segera membatalkan proyek calling visa Israel,” ujar HNW.
HNW menegaskan, normalisasi hubungan dengan Israel tidak akan berhasil membuat Palestina merdeka, seperti dalih yang biasanya dikemukan oleh propagandis normalisasi hubungan dengan Israel.
Hal itu, lanjutnya, bisa dibuktikan jika merujuk kepada pengalaman dari negara-negara yang sudah membuka hubungan dengan Israel.
Malah belakangan, kata HNW, sesudah normalisasi dengan sejumlah negara, seperti Uni Emirat Arab, PM Israel Netanyahu bukan menyatakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka dengan ibu kota Yerusalem timur, tapi malah menegaskan klaim bahwa Israel adalah negara bagi bangsa Yahudi saja. Dan Yerusalem seutuhnya adalah ibukota Israel.
“Wajar kalau Palestina adalah pihak pertama yang selalu menolak normalisasi hubungan dengan Israel negara penjajah itu” pungkasnya.
Saat seluruh perbatasan Indonesia masih ditutup untuk kunjungan orang asing karena pandemik COVID-19, pemerintah mendadak membuka layanan “calling visa”.
Layanan ini dibuka untuk delapan negara, termasuk Israel, Ketujuh negara lain adalah Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria dan Somalia.
Calling Visa ini disebut diperuntukkan bagi warga yang negaranya dalam kondisi atau keadaan
negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara dan aspek keimigrasian.
(ameera/arrahmah.com)