JAKARTA (Arrahmah.com) – Terkait dengan vonis terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (9/5/2017), Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid menolak wacana penghapusan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
Selain alasan munculnya intoleransi, Hidayat menuturkan, Indonesia memiliki sejarah panjang terhadap pemberontak Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai tersebut dinilai sebagai golongan anti-agama dan anti-Tuhan. Menurut Hidayat, penghapusan pasal tersebut sama saja mendukung kemunculan PKI.
“Apakah ini tidak kemudian memberikan lahan subur bagi PKI kembali bangkit? Makanya, kita harus menolak penghapusan pasal tersebut,” tandas Hidayat.
Hidayat menjelaskan, Indonesia sejak awal bukanlah negara kafir, komunis, atau ateis, melainkan negara ketuhanan dan negara beragama. Dasar negara, yaitu Pancasila, lanjutnya, identik dengan Ketuhanan Yang Maha Esa yang erat kaitannya dengan tauhid. Sejak 1 Juni 1945 saat merumuskan Pancasila, Presiden Sukarno menulis ketuhanan sebagai sila pertama.
“Jadi sejarah kita ini bukan negara anti-agama atau anti-Tuhan yang membiarkan penistaan agama. Tapi justru menghormati agama dan ketuhanan. Menegakkan komitmen negara yang berketuhanan,” kata Hidayat.
“Kalau kemudian ada yang mau menghapus pasal penistaan agama,, sikap kita adalah menolak. Bahkan kalau perlu harus dikuatkan lagi supaya jera dan orang tidak mempermainkan agama,” pungkasnya, sebagaimana dilansir Tempo.
(ameera/arrahmah.com)