JAKARTA (Arrahmah.id) – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Al-Quran di Swedia yang dilakukan oleh politisi ekstrimis Rasmus Paludan dengan penjagaan dan legalisasi dari berwenang di Swedia.
Pria yang kerap disapa HNW juga mendukung sikap tegas Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri yang secara terbuka menyatakan penolakan terhadap aksi tersebut, serta berharap sikap keras itu dibawa ke forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
“Sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang demokratis dan menghormati HAM, sudah seharusnya Kementerian Luar Negeri RI mewakili pemerintah Indonesia tidak berhenti hanya dengan mengutuk aksi pembakaran Al-Quran yang merupakan tindakan ekstrim, intoleran, radikal dan bentuk nyata dari Islamophobia yang dapat menciptakan kegaduhan. Aksi pembakaran Al-Quran itu bisa mengganggu hubungan di banyak negara. Bisa mengganggu hubungan timbal balik Swedia dengan negara-negara OKI maupun komunitas umat Islam,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (23/1/2023).
“Al-Quran adalah kitab yang disucikan oleh seluruh Umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, Pemerintah RI perlu lebih serius lagi menggalang sikap kebersamaan di forum OKI, agar gelombang penolakan terhadap tindakan intoleran, ekstrim dan islamophobia tersebut semakin besar dan semakin dapat mengkoreksi dan menghentikan,” lanjutnya.
HNW ini menegaakan, sudah saatnya bersatu mengutuk, menolak dan menghentikan aksi pembakaran Al-Quran oleh ekstrimis garis keras Swedia, Rasmus Paludan dengan alasan kebebasan berekspresi.
Menurutnya, bila kebebasan berekspresi itu terkait dengan hak asasi manusia, maka berbagai putusan pengadilan HAM Eropa tegas membedakan antara kebebasan berekspresi dan menghina ajaran agama orang lain.
Misalnya, lanjut HNW, pada 2018 lalu Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg menyatakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW bukanlah kebebasan berekspresi.
“Tindakan Rasmus ini jelas-jelas menghina Nabi Muhammad dan ajaran agama Islam, tentunya hal itu jauh dari makna kebebasan berekspresi yang dibenarkan oleh akal sehat maupun Dewan HAM Eropa,” ungkapnya.
Selain menggalang kerja sama dengan negara-negara OKI yang sudah menyatakan penolakan keras, HNW meminta Pemerintah Indonesia untuk bisa memberikan tindakan yang lebih konkret dengan memanggil Dubes Swedia ke Indonesia. Hal ini dilakukan agar umat Islam tidak terprovokasi, dan masalah ini lekas selesai serta tidak terulang lagi.
“Apabila pemanggilan Dubes Swedia ini dilakukan segera dan diikuti oleh negara-negara OKI lainnya, tentu bisa menunjukkan kepada Pemerintah Swedia agar mereka menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara OKI, dan tidak ‘bermain-main’ dengan hal yang esensial bagi umat Islam, yakni penghormatan terhadap kitab Suci Al-Qur’an,” jelasnya.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan dasar untuk masyarakat internasional melakukan penggalangan penolakan tindakan pembakaran Al-Quran yang merupakan praktek islamophobia ekstrim, sangat kuat dan relevan. Pasalnya, pada 15 Maret 2022 lalu PBB sudah menetapkan hari tersebut sebagai hari internasional untuk menangkal islamophobia, di mana resolusi itu diterima dan diputuskan pada Sidang Umum PBB.
“Aksi membakar Al-Quran ini merupakan wujud nyata dari islamophobia ekstrem yang harus ditolak, tangkal dan perangi bersama-sama masyarakat Internasional. Oleh karenanya, Kemenlu Indonesia perlu bergerak lebih konkret dengan menggalang kekuatan di OKI dan PBB juga lembaga keislaman internasional lainnya untuk membela Al-Quran dari segala teror dan tindakan yang intoleran, islamophobia seperti pembakaran Al-Quran ini,” papar HNW.
“Sekaligus menunjukkan perlunya penyelamatan prinsip demokrasi agar tidak menjadi democrazy karena dirusak oleh ekstrimis intoleran, dan pentingnya menjaga toleransi dan harmoni dengan mengkoreksi islamophobia, sebagai bagian pelaksanaan dari resolusi PBB dan pembukaan UUD NRI 1945,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)