JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendukung opsi “legislative review” terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dibuka oleh Pemerintah.
Menurut Hidayat , upaya legislative review itu sejalan dengan prinsip NKRI sebagai Negara Pancasila, Negara Hukum dan Mengutamakan Kedaulatan Rakyat, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUDNRI 1945.
“Saya mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, tidak menutup kemungkinan dilakukannya legislative review terhadap UU Ciptaker yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (6/11/2020), lansir Teropong Senayan.
Karena, lanjutnya, permasalahan dalam UU Omnibus Law Ciptakerja tidak sekedar salah ketik, tapi berjalin berkelindan serta banyak aspeknya, mencakup berbagai hal dan ketentuan terkait UU Ciptakerja.
Menurutnya, langkah legislative revie, merupakan salah satu opsi legal yang bisa dilakukan agar DPR dan Presiden dapat mengobati luka Rakyat, dengan memperbaiki secara mendasar berbagai hal terkait penyusunan, pengesahan dan sosialisasi UU Ciptaker.
“Apalagi sudah ada pihak yang ditangkap karena dianggap menyebar hoax terkait RUU Ciptaker. Atau petugas di Sekretariat Negara yang sudah diberi sanksi administratif karena dianggap lalai menyodorkan naskah yang diperlukan tandatangan Presiden, tapi ternyata masih banyak masalah. Karena itu seharusnya ada penarikan menyeluruh atas UU Ciptakerja itu,” jelasnya.
Banyaknya kesalahan tersebut, kata Hidayat, harusnya tidak terjadi dalam pembuatan UU yang memiliki daya ikat dan daya paksa kepada masyarakat luas. Apalagi Pemerintah menyampaikan bahwa RUU Omnibus Law Ciptakerja masuk kategori super prioritas, penuh niat baik, untuk sederhanakan perundangan dan hadirkan kepastian hukum. Tetapi dengan masih banyaknya masalah seperti, justru menggambarkan hal sebaliknya dari yang diklaim oleh Pemerintah.
“Legislative review, dengan menarik seluruh ketentuan Ciptakerja, oleh DPR dan Pemerintah, bisa menjadi sarana bagi Presiden dan DPR untuk memperbaiki kinerja dalam pembuatan UU, dan memperbaiki kesalahan dalam pembuatan UU Omnibus Law seperti Ciptakerja ini, agar tak lagi dilakukan dengan grusa-grusu dan ugal-ugalan, sehingga menghasilkan banyak masalah, serta penolakan dari Masyarakat luas,” tandasnya.
Karenanya, Hidayat berpendapat agar legislative review yang dibuka opsinya oleh pemerintah, diprioritaskan, dan bukan hanya merevisi kesalahan-kesalahan dalam UU Ciptakerja itu, melainkan secara total membuat RUU Pencabutan UU Ciptaker yang telah meresahkan Rakyat (utamanya kaum buruh), menghadirkan pembelahan Rakyat, dan memperoleh penolakan dari masyarakat secara luas dan berkelanjutan.
“Perlu ada keberanian dan kenegarawanan untuk mengambil langkah ini, guna mengakhiri kegelisahan dan kegaduhan Rakyat akibat disahkannya UU Ciptaker yang masih bermasalah itu, di tengah pandemi covid-19 yang Rakyat juga korbannya. Langkah itu juga dapat menyelamatkan kepercayaan Rakyat terhadap lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)