(Arrahmah.id) – Marwa Atik, seorang wanita muda keturunan Suriah-Amerika yang tinggal di Amerika Serikat mengenang sebuah kejadian yang mengubah hidupnya:
Pada 1979 kakek saya mengambil keputusan untuk meninggalkan rumahnya di Suriah dan memulai hidup baru di AS. Rencananya kakek akan datang ke California terlebih dahulu dan kemudian nenek saya akan menyusul bersama 7 anak mereka. Reservasi American Airlines Penerbangan #191 mereka termasuk transit di New York kemudian lanjut ke Chicago sebelum akhirnya tiba di California.
Mereka mendarat di New York terlebih dahulu. Semua imigran terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kartu hijau sebelum tujuan berikutnya.
Bibiku Hala baru saja mengenakan hijab. Ketika tiba waktunya untuk mengambil foto, mereka meminta bibi melepas jilbabnya, tidak seperti Ibu dan kedua saudarinya yang karena takut akhirnya melepas hijabnya, Bibi Hala menjawab, ‘hijab adalah bagian dari keimanan saya dan saya tidak akan melepasnya hanya untuk foto ini.’
Mereka terus-menerus memberitahunya bahwa dia tidak akan bisa pindah ke Amerika atau melanjutkan penerbangan berikutnya sampai dia mengambil foto, bahkan Para petugas mengancam bahwa jika bibi tidak mau difoto maka mereka akan mengirimnya kembali ke Suriah. Saat itu bibi baru berusia 13 tahun, namun dia tetap teguh pada pendiriannya.
Saat itu, nenek jadi tidak sabar, karena ia telah terbang ke belahan dunia lain dan menghabiskan hampir seluruh tabungannya untuk membeli tiket ini, nenek tidak ingin ketinggalan penerbangan berikutnya ke California. Nenek memohon dan menyuruhnya untuk melepasnya dan melakukan apa yang diperintahkan petugas imigrasi, namun bibi terus menolak.
Setelah petugas menelepon atasan mereka dan tiga jam kemudian, mereka akhirnya melepaskan bibi dan mengizinkannya tetap mengenakan jilbab untuk difoto. Namun, saat itu sudah terlambat, seluruh keluarga telah ketinggalan penerbangan lanjutan dan mereka harus membeli tiket pesawat baru dan bermalam di New York. Marah dan kesal, nenek saya menceramahi bibi sepanjang penerbangan ke California.
Pada saat mereka akhirnya tiba di LAX California, kakek saya menyambut mereka dengan pelukan erat dan menangis. Dia terus mengulangi, “Alhamdulillah kalian masih hidup! Alhamdulillah kalian masih hidup!” Nenek dan anak-anaknya bingung, “memangnya apa yang terjadi?”
Dia berkata, “Penerbangan awal yang seharusnya kalian naiki jatuh, dan 271 penumpangnya meninggal.”
Mereka semua kaget dan syok, semua orang menangis.
Ini foto paspor bibi Hala. Foto ini adalah simbol keberanian dan kecintaan bibi terhadap hijabnya yang menyelamatkan nyawa keluarga kami. Kami tidak akan pernah memulai generasi pertama di Amerika, jika bukan karena dia mempertahankan apa yang dia yakini.
Kisah ini merupakan pengingat penting bagi saya bahwa segala sesuatu dalam hidup ini telah tertulis dan seseorang harus selalu berprinsip dan berpegang teguh pada keyakinannya, apa pun situasi yang dihadapi. Allah sedang menguji keyakinannya dan jika apa yang kita yakini benar, maka Allah swt tidak akan pernah melupakan kita. Cerita seperti ini membuat saya jatuh cinta lagi dengan hijab.
Hijabnya telah menyelamatkan hidupnya dan juga kehidupan keluarga saya. Ini adalah pengingat bahwa hijab Anda seperti sebuah hubungan, Anda harus selalu mengingatkan diri Anda akan kelebihannya dan memupuknya agar cinta tetap hidup. Jika Anda melupakan pentingnya hal itu, maka Anda melupakan diri Anda sendiri.
Dengan banyaknya islamofobia yang merajalela, saya hanya ingin mengingatkan orang-orang tentang pentingnya tetap kuat dalam agama, tidak peduli apa yang orang pikirkan atau katakan.
Marwa Atik adalah seorang perancang busana, co-founder dan creative director dari @velascarves.
Kisahnya mengingatkan kita pada salah satu ayat dalam Surah Ali Imran:
“Maka ketika kamu sudah mengambil keputusan, bertawakallah kepada Allah, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal (kepadanya).” (Al-Qur’an: 3:159). (zarahamala/arrahmah.id)