NIGERIA (Arrahmah.com) – Meskipun memiliki jumlah penduduk Muslim yang besar, umat Islam di Barat Daya Nigeria menyaksikan sentimen yang tumbuh terhadap hijab, fenomena yang terjadi akibat kebijakan pemerintah atas stigmatisasi dan intoleransi, lansir On Islam pada Rabu (5/6/2013).
“Apa yang terjadi di Barat Daya termasuk di Lagos adalah produk intoleransi, tirani, penindasan, penganiayaan dan stigmatisasi,” kata Profesor Ishaq Akintola, direktur eksekutif Kepedulian Hak Muslim (MURIC), kepada OnIslam.net.
“Penolakan penggunaan hijab di sekolah umum mengungkapkan kondisi hak asasi manusia yang menyedihkan umat Islam di Barat Daya baik pada masa kolonial maupun pasca-kolonial.”
“Hal ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi kebebasan, persamaan hak, keadilan dan fair play.”
Sentimen anti-hijab telah meningkat di Barat Daya Nigeria, dengan sekolah umum yang melarang siswanya mengenakan hijab.
Di Lagos, seorang siswa berusia 12 tahun dilaporkan dicambuk oleh kepala sekolahnya karena mengenakan hijab di sekolah. Siswa lain juga dilecehkan oleh kepala sekolahnya untuk alasan yang sama.
Kedua insiden itu meminta payung Muslim Students Society of Nigeria untuk menuntut pemerintah atas berjatuhannya “korban terus-menerus dari para siswa Muslim.”
Sebagai tanggapan, pemerintah setempat telah mengajukan permohonan penyelesaian di luar pengadilan untuk sengketa pemakaian hijab di sekolah-sekolah. Langkah tersebut diterima oleh umat Islam pada kondisi memenuhi kewajiban agama mereka.
Muslim di Barat Daya Nigeria Osun juga menantang larangan mengenakan hijab di sekolah umum.
Profesor Akintola mendesak pemerintah untuk menghapus setiap kebijakan yang “lebih bisa memancing kemarahan umat Islam yang sedang terpinggirkan meskipun mayoritas.”
“Alih-alih membiarkan dialog yang bebas, Pemerintah Negara Lagos malah mendorong umat Islam di negara bagian menjadi terabaikan,” kata profesor Akintola, yang mengajar studi Islam di Lagos State University.
Ia mengatakan larangan hijab melanggar “ketentuan Pasal 18 dari Piagam PBB dan Pasal 9 dan 14 dari Perjanjian Eropa tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 18 dan 19 dari Perjanjian Hak Sipil dan Politik”.
“Kami menantang pemerintah untuk memberitahu dunia mengapa hijab diterima sebagai seragam sekolah bagi umat Islam di Utara namun menjadi sebuah ‘kutukan’ di Barat Daya, padahal Nigeria adalah satu negara?”
Dia memperingatkan bahwa kebijakan pemerintah tentang hijab telah memperburuk hubungan antara Muslim dan pemerintah negara bagian.
Hassan Ma’ruf, seorang dosen di Universitas Ladoke Akintola di Southwest Nigeria, setuju.
Meningkatnya Islamophobia di Nigeria, “adalah dibenarkan karena tidak ada bukti yang meyakinkan untuk menunjukkan bahwa umat Islam yang menyebabkan masalah di negeri ini,” katanya.
Muslim dan Kristen masing-masing merupakan 55 dan 40 persen dari 140 juta penduduk Nigeria.
Ketegangan etnis dan agama telah menggelegak selama bertahun-tahun, didorong oleh dekade kebencian antara kelompok penduduk asli, sebagian besar Kristen atau animis yang berlomba-lomba untuk menguasai lahan pertanian yang subur, dengan para imigran dan pendatang dari Hausa, yang sebagian besar adalah Muslim. (banan/arrahmah.com)