Jakarta (Arrahmah.Com) – Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR, mantan Ketua Umum PKS menyatakan : “Saya dan PKS bukan Wahabi”. Peryataan ini disampaiikan usai melantik anggota MPR Pengganti Antar Waktu (PAW) di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/4/2009). Dia melanjutkan, Sangatlah tidak logis jika dirinya dicap sebagai antek Wahabi. “Saya pendiri partai politik dan mantan ketum partai. Dari situ saja isu itu fitnah yang mengada-ada,” sambungnya. Gerakan Wahabi adalah gerakan yang berkembang di Timur Tengah. Gerakan ini salah satu ciri khasnya adalah membid’ah kan dan mengharamkan partai politik. Begitu pemberitaan di DetikPemilu, Rabu, 29/4/09. Benarkah Wahhabi seperti itu ? Mengapa Hidayat Nur Wahid dan PKS ketakutan dianggap sebagai Wahabbi ? Siapa (Apa) sebenarnya Wahhabi ?
Muhammad Bin Abdul Wahhab dilahirkan di Nejed, tahun 1703 Masehi. Abdul Wahab tergolong Banu Siman, dari Tamim. Pendidikannya dimulai di Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sind. Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia, hingga saat ini. Dia dan pengikutnya lebih senang menamakan kelompoknya dengan al-Muwahhidun (pendukung tauhid). Namun orang-orang Eropa dan lawan-lawan politiknya menisbatkan nama ‘Wahabi’ untuk menjuluki beliau dan gerakan yang dipimpinnya.
Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal di dunia Islam berkat perjuangannya memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Muhammad Abdul Wahhab. Perjuangan tauhid beliau terkristalisasi dalam ungkapan la ilaha illa Allah. Menurut beliau, aqidah atau tauhid umat telah dicemari oleh berbagai hal seperti takhayul, bid’ah dan khurafat yang bisa menjatuhkan pelakunya kepada syirik. Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, mengusap-usap kuburan tersebut dan memohon keberkahan kepada kuburan tersebut. Seakan-akan Allah SWT sama dengan penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.
Pencemaran terhadap ajaran Islam yang murni bermula di masa pemerintahan Islam Abbasiah di Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat yunani dan romawi. Selain itu, pengaruh mistik platonik dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negatif pada ajaran Islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhyul yang dipraktekkan kaum Hindu mulai diikuti orang-orang Islam. Wilayah Arab, sebagai tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut. Orang-orang Arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan di antara suku, mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Di saat seperti inilah Muhammad bin Abdul Wahhab muncul untuk kemudian membersihkan anasir-anasir asing yang menyusup ke dalam kemurnian Islam.
Di masa pendidikannya, kedua orang guru Muhammad bin Abdul Wahhab, yakni ustadz Sulaiman Al-Kurdi dan Muhammat Hayat al-Sind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Abdul Wahhab. Mereka menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Abdul Wahhab. Tak lama kemudian, Abdul Wahhab melakukan perjalanan untuk beberapa tahun ; empat tahun di Basrah, lima tahun di Baghdad, setahun di Kurdistan, dua tahun di Hamdan, dan empat tahun di Ishafan, tempat ia mempelajari filsafat, tasawuf, dan ishrakiya. Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu setahun untuk merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikirannya seperti termaktub dalam kitab al-Tauhid kepada masyarakat. Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat tanggapan bahkan banyak mendapatkan tantangan, kebanyakan dari saudaranya sendiri, termasuk kakaknya Sulaiman dan sepupunya Abdullah bin Husain. Pemikirannya malah mendapatkan sambutan di luar daerah kelahirannya, yaitu di Dariya. Akhirnya beliau bersama keluarganya meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke Dariya. Kepala suku Dariya pada saat itu, Muhammad bin Saud malah menerima pemikiran-pemikiran beliau dan melakukan propaganda untuknya.
Selanjutnya, Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan keluarga Saud. Dalam waktu setahun sesampainya di Dariya, Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk di kota. Di kota tersebut pula, beliau membangun masjid sederhana dengan lantai batu kerikil tanpa alas. Sudah diketahui umum, masjid-masjid Wahhabi dibangun secara sangat sederhana tanpa hiasan apapun. Mereka juga menghancurkan batu-batu nisan dan kuburan, bahkan juga di Jannatul Baqi, untuk menjaga jangan sampai menjadi benda pujaan orang-orang sesat atau orang-orang Islam yang bebal. Selanjutnya, pengikut Abdul Wahhab makin lama makin bertambah. Sementara itu, keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan dengan kepala-kepala suku lainnya selama 28 tahun, secara perlahan namun pasti memasuki masa kejayaannya. Di tahun 1765 Ibnu Saud meninggal dunia dan digantikan oleh Abdul Aziz yang tetap mempertahankan Abdul Wahhab sebagai pembimbing spiritualnya.
Seiring dengan perjalanan waktu, gerakan kaum Muwahhidun (Wahabi) ini segera menyebar ke dunia Islam lainnya dan mendapatkan banyak pengikut. Keluarga Ibnu Saud, sebagai pendukung dan unsur utama garakan ini segera menaklukkan hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Gerakan Wahabi ini akhirnya menjadi mazhab fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa, dan juga dianut oleh para murid Syekh Muhammad Abduh di Mesir. Muhammad Abdul Wahhab pun akhirnya dikenal sebagai seorang pemikir dan pembaru di dunia Islam. Gerakannya telah menggetarkan dan bergema di seluruh dunia, dan merupakan sarana yang sangat besar dalam mempersatukan Arabia yang penuh persaingan ke bawah kekuasaan keluarga Saudi.
Inti ajaran Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah dan mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah : (1) Ketuhanan Yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dirinya dengan nama al-Muwahhidun). (2) Kembali pada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam Al-Qur`an dan Hadits. (3) Tidak dapat dipisahkan kepercayaan dari tindakan, seperti sholat dan beramal. (4) Percaya bahwa Al-Qur`an itu bukan ciptaan manusia. (5) Kepercayaan yang nyata terhadap Al-Qur`an dan Hadits. (6) Percaya akan takdir. (7) Mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar (8) Mendirikan Negara Islam berdasarkan hukum Islam secara eksklusif.
Tujuan utama ajaran Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat yang sudah tercemar. Untuk itu, beliau sangat serius dalam memberantas bid’ah, khurafat dan takhyul yang berkembang di tengah-tengah umat. Beliau menentang pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat untuk mencari berkah. Beliau menganggap bahwa segala objek pemujaan, kecuali terhadap Allah SWT, adalah palsu. Menurut beliau, mencari bantuan dari siapa saja, kecuali dari Allah SWT, ialah syirk.
Gerakan al-Muwahhidun (Wahhabi) ini menjadi ancaman bagi kekuasaan Inggris di daerah perbatasan dan Punjab sampai 1871. Ketika itu pemerintah Inggris bersekongkol untuk mengeluarkan ‘fatwa’ guna memfitnah kaum Wahhabi sebagai orang-orang kafir.
Syekh Muhammad Abdul Wahhab, pemikir dan pembaru, pejuang tauhid yang memurnikan ajaran Islam ini wafat di tahun 1787 Masehi dan dimakamkan di Dariya. Sepeninggal beliau, ajarannya diteruskan oleh murid-muridnya, dan misi pemurnian ajaran Islam terus bergema hingga saat ini. (Prince of Jihad/ Almuhajirun.net)