Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) sudah mulai alot dibicarakan di DPR. Berbagai elemen masyarakat sudah mulai menyatakan penolakan.
Pada Seminar bertajuk “Membedah RUU KKG” yang diselenggarakan oleh Nuansa Islam (SALAM) pada hari selasa (10/4/2012) di Universitas Indonesia, MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) menyatakan dengan tegas menolak RUU KKG.
RUU KKG ingin melahirkan pengarustamaan Gender (PUG). Ideologi berbasis jenis kelamin. Mengukur segala sesuatu dengan keterlibatan kaum wanita di segala lini.
Menurut Henri Salahuddin, salah seorang tokoh Pendiri MIUMI, pengesahan RUU KKG akan melahirkan permasalahan baru yang lebih berat. RUU KKG bukan menjadi solusi bagi pemberdayaan kaum hawa, tapi justru pemaksaan terhadap kaum wanita untuk turun ke ranah publik layaknya kaum laki-laki. Padahal dalam Islam yang berkewajiban mencari nafkah adalah laki-laki. Bukan wanita. Karenanya, aktivis feminis disinyalir tidak pernah bahagia dalam kehidupan rumah tangga. Karena kodrat kaum wanita memang tercipta berbeda dengan kaum laki-laki.
“Kalau semuanya dituntut sama dengan kaum laki-laki, saya yakin kaum feminis ini adalah orang-orang yang tidak pernah menikmati suasana romantis (bahagia) dalam berumah tangga. Karena, istri bakal menuntut suami sama dengan dirinya. Jadi, laki-laki harus hamil dan mengalami yang namanya haid dan nifas supaya setara dan sama persis dengan kaum perempuan. Lama-lama, lihat laki-laki (maaf) kencing berdiri perempuan juga mau buang air kecil sambil berdiri” ujar Henri berkelakar.
Berbicara soal perlu tidak perlunya RUU KKG, Pendiri & Dewan Pembina PAHAM Indonesia dan Bulan Sabit Merah Indonesia, Heru Susetyo, M.Si menyatakan RUU ini tidak perlu. Karena tidak semua prolematika terkait gender harus diatur dengan undang-undang (UU).
“Saya sengaja tidak memberikan opsi jawaban apakah layak diterima atau tidak, bagi saya RUU ini tidak perlu (dibahas), apalagi diterima. Tidak layak diterima DPR. Soal permasalahan kaum perempuan kan sudah diatur dalam UU yang lain. Optimalkan saja itu” jelasnya sambil menunjukkan data UU yang mengakomodir kepentingan kaum wanita.
Sementara SALAM UI sendiri selaku penyelenggara seminar belum memberikan peryataan menolak secara resmi meski beberapa panitia menganggap RUU KKG ini tidak layak dibahas oleh komisi VIII DPR RI.
“Secara resmi kami belum menyatakan menolak, tapi secara pribadi saya tidak setuju dengan RUU KKG ini,” ungkap ketua SALAM UI.
Pada hakekatnya, yang menolak kesetaraan mutlak itu bukan hanya kaum laki-laki, tapi juga kaum perempuan. “Banyak kaum perempuan ketika diminta untuk mengemban amanah yang biasanya diemban kaum laki-laki mereka mengatakan lhoh koq saya, saya kan perempuan! Itu artinya kaum prempuan, tidak mau disamaratakan dengan kaum laki-laki”, jelas Erich Agustab Pratista mahasiswa Fak. Ilmu Komputer UI di sela-sela seminar kemarin.
Sementar itu, Wakil dari Ledia Hanifah Amalia MPsi.T Anggota Komisi VIII DPR RI (Ketua Kaukus Perempuan Parlemen), Bu Lusi, menjelaskan, isu bahwa RUU KKG akan disahkan bulan ini (15/04/2012) tidaklah benar. Alasannya, pertama, tanggal 15 April itu bukan hari kerja karena jatuh pada hari Ahad. Kedua, DPR RI Pusat masih dalam masa reses.
“Prosedur RUU KKG masih jauh untuk dibahas apalagi untuk sahkan. Masih ada kemungkinan direvisi, bahkan ditolak,” pangkasnya.
Namun, Henri meyakinkan bahwa umat Islam memang harus mengkritisi wacana gender liberal ini sejak dini. “Tapi bagus koq, walaupun masih lama, kita tetap harus mengkritisi RUU KKG ini supaya kita tidak kecolongan. Baru muncul pun sudah harus kita ketok (tolak)”, ajak kandidat doktor University of Malaya (UM), Malaysia ini. (bilal/MIUMI/arrahmah.com)