JAKARTA (Arrahmah.com) – Menanggapi isu yang berkembang tentang kedekatannya dengan Pondok pesantren Al Zaitun yang dicurigai sebagai pusat penyebaran Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW-9), mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM. Hendropriyono rupanya ikut “membela”.
“Al Zaitun tidak ada masalah, dan ini sudah diselidiki oleh intel-intel Pancasilais,” kata Hendro di sela-sela acara diskusi penanggulangan radikalisme di Kemenhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (7/6/2011).
Pada awalnya Hendro mengakui, Al Zaitun dicurigai sebagai tempat perekrutan NII, di mana para anasir NII melakukan pengumpulan dana yang kemudian dijadikan sebuah pondok pesantren super megah.
Namun menurutnya, setelah dilakukan penyelidikan terhadap pesantren tersebut tidak ada pengkaderan dan penyebaran faham NII.
“Tidak ada perekrutan dan pengajaran faham NII di Al Zaitun,” ujar Kepala BIN era Megawati tersebut.
Tambahnya, kedatangannya ke pesantren Al Zaitun ketika zaman pemerintahan Megawati, dalam rangka menggantikan Megawati yang tak sempat hadir untuk melakukan peletakkan batu pertama Gedung Soekarno. Ia mengaku ditemani oleh Muethia Hatta, dan anak dari Jenderal Sudirman yang turut serta meletakkan batu pertama pembangunan Gedung Moh. Hatta, dan balai belajar Jend. Soedirman di Pesantren itu.
Menurutnya pembangunan gedung tersebut punya kaitan erat dengan ideologi pesantren tersebut.
“Tokoh-tokoh tersebut kan musuh NII, jadi tidak mungkin Al Zaitun membangun gedung tersebut jika mereka memang terkait NII,” sanggahnya meyakinkan.
Hendro berpendapat, isu yang menyatakan bahwa Al Zaitun adalah buatan dan rekayasa Iintelijen adalah kemustahilan, karena menurutnya BIN selalu dibawahi oleh pimpinan yang berbeda.
“Kepala BIN itu dari dulu sudah berganti-ganti, mana mungkin merekayasa Al Zaitun,” lontarnya.
Untuk menguatkan pendapatnya, Hendro menceritakan, pada masa pemerintahan Soeharto di mana menjadi sekretarisnya, pernah dirinya ditanyakan apakah mengetahui keberadaan pesantren Al Zaitun, dan ia mengiyakan. Soeharto lalu menyuruhnya mengirimkan sumbangan sebanyak 100 ekor sapi ke pesantren tersebut.
“Tidak mungkin pak Harto tak mengetahui tetang Al Zaitun jika memang terkait NII, buktinya ia menyumbang sapi,” tandas Hendro. (hid/arrahmah.com)