JAKARTA (Arrahmah.com) – Bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengklaim bahwa ideologi sebagai akar masalah ‘terorisme’ tumbuh subur di habitat masyarakat ‘fundamentalis’.
“Terutama masyarakat muslim yang bertafsir kafiriah, yakni masyarakat yang mengkafir-kafirkan orang lain, sensitif, gampang meledak-ledak, suka kekerasan,” ujarnya di Yogyakarta, Selasa (18/10/2011).
Terkait hal tersebut ia berharap Kepala BIN yang baru, Letnan Jenderal Marciano Norman, bisa menetralisasi habitat ‘terorisme’ di Indonesia.
Hendro berpendapat BIN seharusnya bisa memanfaatkan aparat teritorial untuk menetralkan habitat terorisme itu.
“Mudah-mudahan Marciano punya pemikiran seperti ini dan mungkin bisa lebih jauh karena selama ini kita sudah makan pelajaran yang mahal,” katanya.
Masyarakat ‘fundamentalis’ seperti apa yang dimaksud? Apakah ketika seorang Muslim mempelajari dan berjuang agar dapat menjalankan agamanya secara kaffah (Sempurna) seperti yang diperintahkan Allah Ta’ala merupakan standar ‘fundamentalisme’ dalam perspektif BIN? Sungguh lucu penempelan stigma ‘teroris’ yang hanya disematkan pada kaum Muslim.
Padahal banyak tindakan-tindakan teror lain yang bisa dikategorikan ‘terorisme’ dianggap sebagai ‘sebuah kejahatan kecil’ lantaran pelakunya bukan dari kalangan ‘pendukung jihad’. Seperti yang terjadi dalam peristiwa peledakan ATM di Bandung dan di Yogyakarta, yang jelas-jelas tindakan tersebut merupakan teror, namun karena dilakukan oleh kelompok anarko punk yang anti kapitalisme (bukan kelompok ‘jihadisme’) maka aksi teror tersebut hanya dicap sebagai kriminalitas.
Juga tentu saja peristiwa kerusuhan Ambon, dimana jelas-jelas kaum Muslimin dizolimi, tetapi pemerintah malah serta merta menutupi aktivitas terorisme yang dilakukan oleh kaum non muslim diambon. Wallohua’lam. (dbs/arrahmah.com)