Marmaris, kota Turki yang 30 tahun lalu merupakan sebuah desa nelayan kecil, kini telah menjadi kota metropolis. Kota itu kini dipenuhi bar yang menyajikan menu-menu haram seperti bir dan daging babi, lansir DM.
Di musim panas, populasi di Turki tumbuh dari 60.000 menjadi sekitar 300.000. Sebagian besar turis tinggal di resor dengan semua pelayanan di mana mereka berjemur dekat kolam renang sepanjang hari dan menghabiskan malam menikmati bir gratis dan anggur sampai bar hotel tutup sekitar tengah malam.
Setelah itu, para penikmat pesta tersebut akan menuju Bar Street, melanjutkan pesta maksiat mereka di jalan sempit yang kira-kira panjangnya setengah mil, yang dipadati penjual tequila seharga £ 1, dan koktail ‘fish bowl’ yang mengandung setengah liter vodka dicampur dengan jus buah berwarna pucat seharga sekitar £ 10.
Berjalan berenam, sekelompok remaja Inggris sempoyongan menuju Bar Street di pusat kota Marmaris, sambil meneguk bir.
Dari arah berlawanan, datang sekelompok pemuda setempat. Mereka hanya ingin lewat.
Tapi jalan yang padat dan sibuk pada malam hari itu terlalu sempit untuk dilewati banyak orang. Konfrontasi dengan cepat berkembang. Keributan terdengar, dan ada seseorang yang didorong. Kemudian pukulan dilayangkan.
Terdengar sumpah serapah, dan pecahan kaca. Dalam hitungan menit, petugas polisi setempat yang membawa senjata datang untuk melerai perkelahian.
Menjelang pukul 03:30, bar dan klub malam di Marmaris mengawali keheningan kota dengan menghentikan sistem mega-watt sound mereka, meredupkan lampu neon mereka, dan memuntahkan ribuan pengunjung muda yang mabuk ke jalan-jalan.
Bentrokan yang terjadi di Bar Street pada dini hari Kamis (18/7/2013) pun bukan satu-satunya bentrokan yang bisa disaksikan di jalan-jalan resor yang ramai.
Pada pukul 04:11, saat cahaya oranye mulai menghiasi langit timur, teriakan dan jeritan orang-orang yang mabuk itu tiba-tiba ditenggelamkan oleh suara yang sangat berbeda: suara adzan yang menyeru umat Islam untuk melaksanakan shalat subuh.
Suara adzan itu datang dari Masjid Eski Camii yang bersejarah, yang terletak hanya 20 meter di ujung Bar Street.
Dibangun pada tahun 1788, dan terlihat dari jarak jauh karena tinggi atap kubahnya, masjid itu adalah salah satu situs paling suci di daerah itu di mana lebih dari 95 persen warganya merupakan Muslim.
Pada subuh Kamis itu, pada minggu kedua Bulan Suci Ramadhan, jamaah Muslim berjalan ke masjid di pusat Marmaris dan mendapati diri mereka harus bersabar melewati trotoar yang dipadati pemuda-pemudi Inggris dengan mata merah dalam keadaan mabuk.
Para ayah yang membawa anak-anak mengerutkan bibir mereka saat mereka melangkahi muntahan menjijikan dan pecahan kaca, atau terpaksa melewati para pemuda – kebanyakan berusia sekitar 20 tahunan – yang mabuk di sana.
Para wanita setempat yang berpakaian sopan menunduk ke bawah saat mereka melewati geng pemuda yang menyanyikan lagu sepakbola Inggris, atau melewati sekelompok pemudi berbusana tipis yang menggenggam minuman keras, tas dan sepatu berhak tinggi.
Turki adalah satu-satunya negara Mediterania di mana paket wisata telah dtawarkan terus di tengah masyarakat yang didominasi Muslim.
Di Marmaris, di mana terdapat resor termurah dan paling populer bagi wisatawan Inggris, tercipta ketegangan antara para penduduk lokal (yang takut akan Allah) dengan pengunjung hedonistik yang semakin menjadi pada musim panas.
“Orang-orang ini ingin minum dan kemudian berperilaku seperti binatang,” kata salah satu jamaah, Sedat Cir, di halaman Masjid Eski Camii. “Tentu saja, kami mencoba untuk mengabaikan mereka. Tapi mereka kasar dan di lokasi [masjid] ini, itu benar-benar tidak sopan.”
Di dermaga, sekelompok pria dengan aksen Birmingham melucuti pakaian mereka dan melompat ke dalam air mancur. Di pantai, puluhan pasangan haram berbaring bermesraan, menanggalkan pakaian, saat mereka menunggu matahari terbit.
“Kami melihat pengunjung dari seluruh negara: Rusia, Belanda dan Skandinavia. Tapi Inggris adalah kelompok terbesar, dan mereka berperilaku paling buruk,” kata jamaah lain yang lewat, Cihan Bahik (37). “Mereka minum dan minum sampai mereka kehilangan kesadaran mereka.”
Sementara kaum hedonis yang bersuka ria itu tampaknya malah tidak menyadari atau justru sengaja mengabaikan kegelisahan keagamaan dan sosial yang mendalam atas perilaku mereka. La hawla wala quwwata illa billah. (banan/arrahmah.com)