LONDON (Arrahmah.com) – Terbunuhnya salah seorang jenderal senior Iran di barat Damaskus menyoroti keterlibatan militer Teheran dalam perang sipil Suriah.
Jenderal Hassan Shateri adalah salah seorang pejabat tinggi Korps Garda Revolusi Iran(IRGC) yang dibunuh di luar Iran. Kematiannya memunculkan kemungkinan untuk memperbaharui perdebatan dalam kepemimpinan Teheran mengenai masa depan rezim Assad. “Pemimpin Syiah Iran” Ali Khamene’i telah bersumpah untuk mencegah jatuhnya Assad. Di sisi lain, Presiden Mahmoud Ahmadinejad, sedang berusaha untuk menjaga jarak antara Iran dari Assad dengan harapan mencegah munculnya blok anti-Iran baru di wilayah tersebut.
Shateri, yang berusia 58-tahun, ditembak mati saat ia sedang mengemudi menuju Beirut setelah sepekan mengadakan “konsultasi” dengan para pemimpin militer Suriah.
Peristiwa baku tembak terjadi pada Senin (11/02), di mana pengawal militer Suriah gagal melindungi jenderal Iran, . Tapi baru pada hari Rabu, (13/02) jasad Shateri dipindahkan ke kota kelahirannya Semnan, timur Teheran. Disitulah kematiannya secara resmi dikonfirmasi.
Menurut sumber Teheran, dua pembantu Shateri juga tewas dalam penyergapan yang dilakukan oleh mujahidin Suriah. Belum jelas diketahui apakah para pengawalnya itu berasal dari Iran atau Lebanon dari cabang lokal dari Hizbullah. Media resmi di Teheran mengklaim bahwa penyerang adalah “agen Zionisme”, kalimat klise yang sering digunakan Iran untuk menuding jari telunjuknya kepada Israel atas setiap kecelakaan yang dihadapi oleh para pejabat Syiah Iran.
Upacara pemakaman dijadwalkan pada Jumat kemarin (15/02) bersama Jenderal Qassem Suleimani, Panglima Angkatan Quds yang akan memimpin iring-iringan.
Shateri adalah seorang komandan senior Pasukan Quds, yang bertanggung jawab untuk “mengekspor” revolusi Syiah. Dalam prakteknya, ini berarti meningkatkan dan memimpin milisi pro-Iran dan kelompok-kelompok teroris di berbgai negara demi kepentingan khusus Teheran.
Shateri dikirim ke Libanon setelah ‘perang mini’ antara Israel dan Hizbullah pada musim panas 2006 untuk membantu membangun kembali milisi Syiah yang didukung Iran yang telah hancur dalam konflik tersebut. Di Lebanon, Shateri menggunakan nama fiktif “Insinyur Hessam Khosnevis” dengan jabatan “Utusan Khusus Presiden Republik Islam” untuk rekonstruksi di Lebanon selatan di mana Syiah membentuk mayoritas penduduk.
Menurut sumber Teheran, Shateri mengendalikan dana sebesar $ 200 juta per tahun yang digunakan untuk mengganti persenjataan Hizbullah hilang dan membangun kembali situs rudal yang berdekatan dengan garis demarkasi Israel. Ia juga meluncurkan sebuah proyek perumahan yang, selama delapan tahun terakhir, telah membantu lebih dari 600 keluarga Syiah pindah ke rumah baru.
Sebagai Wakil Khusus IRGC, Jenderal Shateri duduk di Komando Pusat Hizbullah dan membantu membentuk kebijakan partai dengan saran dari Sekretaris Jenderal Hassan Nasrallah.
Prestasi kunci Shateri adalah penciptaan suatu sistem “negara dalam negara” di Lebanon. Sistem ini terdiri dari satu set jaringan komunikasi yang menggunakan sistem serat optik, dibangun secara paralel menyatu dengan sistem yang dikendalikan oleh pemerintah Lebanon. Dengan demikian, Iran memiliki telepon sendiri, televisi, dan fasilitas komunikasi satelit pribadi di seluruh Lebanon. Jenderal Shateri juga meluncurkan sebuah perusahaan real estate untuk membeli tanah, kadang-kadang seluruh desa, dari warga Kristen dan Druze yang minoritas. Bagian wilayah real estate yang diperoleh itu membantu Iran membangun kedekatan wilayah antara Lembah Bekaa (di perbatasan Suriah) dengan Beirut. Dan dari situ pula bersinggungan dengan garis demarkasi Israel di selatan. Ini telah menciptakan sebuah entitas Syiah-mayoritas berjalan mulus di jantung Lebanon.
Kerajaan bisnis yang dikendalikan oleh Shateri di Lebanon meliputi bank, pusat perbelanjaan, hotel, perusahaan transportasi, jaringan radio dan televisi, surat kabar, dan agen-agen perjalanan.
Sang Jenderal berhasil menjadi bintang di Teheran ketika ia berhasil mengusir pemerintah pro-Barat Perdana Menteri Saad Hariri, kemudian menggantinya dengan Najib Mikati yang membuat Hizbullah memiliki kontrol yang efektif di Lebanon.
Pemberontakan anti-Assad di Suriah membuat Jenderal Shateri memiliki tantangan baru. Selama dua tahun terakhir, ia telah membantu merekrut dan melatih unit khusus untuk membantu rezim Assad. Dia membawa sekitar 400 anggota IRGC dari Iran untuk menjalankan skema dengan bantuan dari para pejuang Hizbullah Lebanon.
Shateri juga telah berhasil mengamankan kepemilikan “hak untuk bersauh” bagi angkatan laut IRGC di pelabuhan Suriah Tartus di mana Iran telah membangun fasilitas militer dan sipil disitu.
Belum dapat dikonfirmasi, apakah personil Iran IRGC telah terlibat langsung dalam pertempuran melawan mujahidin Suriah. Teheran membantah keterlibatannya. Namun, ada bukti bahwa beberapa orang-orang Shateri dari Lebanon ini telah mati berjuang untuk membela Assad di Suriah. Kelompok pejuang Anti-Assad mengklaim bahwa pasukan Iran dan Hizbullah keduanya terlibat dalam pembantaian Assad terhadap warga sipil di berbagai bagian Suriah.
(saifalbattar/an-najah.net/arrahmah.com)