DHAKA (Arrahmah.com) – Perdana Menteri Sheikh Hasina kemarin (26/6/2019) mengklaim kehadiran para pengungsi Rohingya, jika gagal direpatriasi segera Myanmar, akan mengganggu keamanan dan stabilitas Bangladesh.
Sebagai jawaban dari pertanyaan anggota parlemen Liga Awami Nur Mohammad di Jatiya Sangsad (DPR), Hasina mengatakan, “Para pengungsi Rohingya, yang telah kehilangan hak-hak dasar oleh Myanmar, tidak puas. Jika kami tidak dapat mengirim mereka kembali segera, ada kekhawatiran bahwa keamanan dan stabilitas kami akan terganggu.”
Hasina juga mengecam Myanmar karena membuat alasan untuk menunda repatriasi meskipun menandatangani tiga pakta dengan Bangladesh, berjanji untuk menyelesaikan proses repatriasi dalam waktu dua tahun.
“Mereka [Myanmar] menunda proses dengan berbagai alasan.”
Bangladesh dan komunitas internasional memberikan tekanan pada Myanmar untuk menciptakan kondisi yang kondusif di negara bagian Rakhine, tetapi sayangnya situasi di sana belum membaik karena sikap kaku pemerintah Myanmar, lanjutnya.
Dalam jawaban tertulis, perdana menteri mengatakan kepada DPR bahwa Myanmar sedang melakukan propaganda di arena internasional bahwa pemulangan Rohingya ditunda karena tidak adanya kerja sama Bangladesh.
“Kami melanjutkan upaya bilateral dengan Myanmar untuk menyelesaikan krisis. Kami juga melakukan upaya diplomatik dengan forum internasional dan regional untuk meningkatkan tekanan pada Myanmar agar mengambil kembali Rohingya.”
Sejak Agustus 2017, 741.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari tindakan keras militer di Rakhine. Mereka bergabung dengan 300.000 Rohingya yang telah berlindung di Bangladesh pada tahun-tahun sebelumnya untuk melarikan diri dari kekejaman di Myanmar di mana kewarganegaraan dan hak-hak dasar mereka ditolak sejak 1982.
Myanmar menandatangani perjanjian repatriasi dengan Bangladesh pada November 2017. Pada Juni tahun lalu, UNDP dan Badan Pengungsi PBB mencapai kesepakatan tripartit dengan Myanmar untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi kembalinya Rohingya.
Meskipun pemulangan dijadwalkan dimulai pada November tahun lalu, Rohingya mengatakan kondisi di Rakhine tidak aman bagi mereka, dan tidak ada jaminan bahwa mereka akan diberikan kewarganegaraan.
Bangladesh melindungi warga Rohingya dengan alasan kemanusiaan, tetapi negara itu menuturkan pihaknya menanggung beban karena tinggal di Cox’s Bazar sangat merugikan hutan, dan komunitas, serta bisnis lokal.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pengungsi Rohingya ditangkap di berbagai bagian negara itu setelah mereka menyelinap keluar dari kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazar. Puluhan lainnya ditahan ketika mencoba pergi ke luar negeri dengan paspor Bangladesh. Selain itu, sejumlah orang Rohingya ditemukan terlibat dalam perdagangan narkoba.
Hasina mengatakan, “Sangat sulit bagi kami untuk mengatur makanan, pakaian, dan akomodasi untuk lebih dari 1.100.000 warga negara Myanmar untuk waktu yang tidak ditentukan.”
Hasina pun mengaku berulang kali mengangkat suara di berbagai forum internasional bahwa adalah tanggung jawab Myanmar untuk mengambil kembali semua pengungsi Rohingya dan harus mengambil inisiatif dalam hal ini.
Dia juga memberi tahu DPR bahwa para pemimpin dunia sekarang memberikan tekanan besar pada Myanmar untuk menghentikan penyiksaan yang tidak manusiawi terhadap Rohingya dan mengambil kembali warganya dari Bangladesh.
“Pada sidang umum ke-72 Perserikatan Bangsa-Bangsa, saya mengajukan proposal lima poin, termasuk implementasi lengkap rekomendasi mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan Commission, dan juga proposal tiga poin di sela-sela sidang umum ke-73 untuk repatriasi lebih dari satu juta orang Rohingya yang dipindahkan secara paksa. ”
Berbagai organisasi dan forum internasional, seperti Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Inter-Parliamentary Union (IPU) dan Commonwealth Parliamentary Association (CPA) telah berupaya meningkatkan tekanan pada Myanmar untuk mengambil kembali warga negaranya, tambahnya. (Althaf/arrahmah.com)