JAKARTA (Arrahmah.com) – Panitia penyelenggara mengaku mengalami kerugian besar saat seluruh rangkaian kegiatan Miss World 2013 akhirnya harus dipindah ke Bali.
“Tanpa dipindah juga kami sudah rugi, apalagi dipindah karena persiapan tiga tahun harus dikompres dengan persiapan tiga hingga empat hari,” kata CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo sebagai pihak penyelenggara kontes kecantikan itu dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (16/9/2013).
Namun, ia mengklaim kerugian materiil bukanlah suatu hal utama dalam pemindahan rangkaian kegiatan itu ke Bali. Ia juga enggan menyebutkan berapa nilai kerugian yang harus ditanggungnya akibat pemindahan tersebut.
Sikap kaum Muslimin
Sementara itu seluruh elemen umat Islam menolak kehadiran acara Miss World di Indonesia. Faktanya tidak hanya Majelis Ulama Indonesia, namun semua Ormas Islam satu suara menolak ajang maksiyat tersebut. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sering disebut sebagai dua Ormas Islam terbesar di Indonesia pun satu suara menolak ajang Miss Wrld di Indonesia. Padahal dalam beberapa hal seringkali dua ormas ini berbeda.
Sesungguhnya tidak ada basis dukungan umat Islam yang mendukung kebijakan pemerintah dalam hal memberikan izin Miss World di negeri mayoritas Muslim ini. Kalaupun ada, itu adalah ulah perorangan sangat-sangat kecil yang besar kemungkinan telah ‘dibeli’ oleh penyelenggara Miss World untuk mendukungnya kemudian dipublikasi oleh televisi.
Forum Umat Islam dalam siaran persnya menyebut pagelaran Miss World bertentangan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 287 tahun 2001 yang antara lain menyatakan : (1) memamerkan aurat, memakai pakaian ketat, melakukan gerakan-gerakan yang merangsang birahi, dll serta membiarkan diambil gambarnya dan lain-lain. Serta menyiarkan perbuatan haram tersebut dan lain-lain adalah haram. (2) Membantu dan/atau membiarkan tanpa pengingkaran terhadap perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram; (3) Mendesak kepada semua pihak untuk segera menghentikan segala bentuk aktifitas yang diharamkan sebagaimana dimaksud oleh bagian pertama fatwa ini dan melakukan taubat nasuha; (4) Mendesak dengan sangat kepada semua penyelenggara pemerintahan dan negara agar segera melarang dan menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini serta tidak memberikan izin terhadap penyelenggaraan serta tidak menjadikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini sebagai sumber pendapatan; (5) Mendesak kepada seluruh lapisan masayarakat, terutama tokoh agama agar turut serta secara aktif dan arif menghentikan segala bentuk perbuatan haram tersebut.
(azmuttaqin/arrahmah.com)