JAKARTA (Arrahmah.com) – Kelompok sipil bersenjata di Papua semakin eksis karena pemerintah Indonesia bersikap mendua soal terorisme. Di Papua, yang jelas-jelas aparat keamanan terus menjadi korban, pelaku tidak digolongkan sebagai teroris. Sementara kelompok-kelompok Islam dilabeli teroris.
Demikian diungkapkan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, kepada arrahmah.com (22/2/2013) menanggapi serangan teror ddi Papua yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“Ini akibat penyelesaian yang mendua. Pemerintah bersikap mendua, menggunakan standar ganda untuk menangani kasus yang sama di tempat yang berbeda. Di sini aparat keamanan sama-sama menjadi korban. Yang satu dilabeli teroris, yang di Papua tidak dilabeli teroris,” tegas Harits.
Kata Harits, sebenarnya sudah ada keinginan kuat dari Polri untuk menerapkan UU Teroris di Papua. Akan tetapi, dalam prakteknya UU Terorisme tidak diterapkan di Papua untuk menghadapi kelompok teroris OPM. “Tidak ada bukti, UU Terorisme diterapkan di Papua,” cetusnya.
Sementara di sisi lain, kata Harits, teroris terus dikaitkan dengan kelompok-kelompok Islam. Padahal di lapangan, orang-orang yang dituduh teroris sebenarnya tidak layak dilabeli teroris.
“Isu terorisme sangat tidak jelas. Sementara di Papua, kelompok-kelompok yang mempunyai visi politik, terorganisasir baik, ada perencanaan, dan punya jaringan internasional, sama sekali tidak dilabeli terorisme. Apalagi kelompok teror ini sudah sering membunuh aparat, baik TNI ataupun Polri. Ini menunjukkan bahwa proyek terorisme ditujukan untuk Islam,” tegas Harits.
“Apakah standar ganda ini karena adanya konflik kepentingan antara institusi keamanan di negara ini?” tanyanya menambahkan.
Sejauh ini lanjut Harit, Polri, BIN, dan BNPT juga tidak melabeli teroris dan kemudian melakukan operasi keamanan untuk memburu para teroris Papua.
“Kenapa tidak berlaku seperti di Poso yang ancaman dari kelompo teror tidak lebih berbahaya di banding apa yang terjadi di Papua?” herannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, 12 orang tewas akibat serangan bersenjata di Papua, diantaranya anggota TNI dan empat warga sipil.
Satu anggota TNI, Pratu Wahyu Bowo, dinyatakan tewas di Distrik Tingginambut. Wahyu ditembak di dekat Pos Satgas TNI Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, pada pukul 09.00 WIT, Kamis (21/2/2013).
Selanjutnya, tujuh anggota TNI lainnya tewas saat terjadi penghadangan serta penyerangan oleh kelompok bersenjata di Kampung Tanggulinik, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Jaya, pukul 10.30 WIT. Kelompok bersenjata menyerang 10 anggota Koranmil Sinak Kodim 1714/Puncak Jaya yang sedang menuju Bandara Sinak untuk mengambil radio dari Nabire.
Dalam serangan di Distrik Sinak ini, tercatat empat warga sipil tewas. Diduga aksi penyerangan dilakukan oleh Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) pimpinan Goliath Tabuni. Sedangkan penembakan di Distrik Sinak diduga dilakukan oleh kelompok teroris bersenjata pimpinan Murib. (bilal/arrahmah.com)